Baca Juga: Mengejutkan, Ameer Azzikra Pernah Bercerita Bertemu Rasulullah, Simak Selengkapnya!
“So, kalau saya maknai Supersemar, itu surat sakti bagi saya, menggunakan selembar surat tersebut untuk sebuah kekuasaan,” ungkapnya.
Kang Aryo pun berlanjut menerangkan mengenai aksara ‘Wo’ dalam jangka Honocoroko yang lebih mengisyaratkan perihal ‘Waringin Rubuh’ yakni tragedi tumbangnya kekuasaan di era kepemimpinan Presiden Soeharto.
Baca Juga: Ampuh Tingkatkan Kesuburan secara Alami, Tanpa Biaya Mahal, Cukup Rutin Makan Kacang Ini
“Di tahun akhir-akhir kepemimpinan pak Harto itu kan, banyak tokoh-tokoh atau aktivis menuntut untuk mundur, menurut saya itu terkait dengan Waringin Rubuh, tumbangnya kekuasaan.” terangnya.
Sementara aksara ‘Lo’ dalam jangka Honocoroko, menurut Kang Aryo lebih mengisyaratkan pada tragedi bencana alam tsunami Aceh yang terjadi pada tahun 2004 silam.
“ ‘Lo’ itu lindu tsunami Aceh 2004, waktu itu awal kepemimpinan SBY,” ungkap Kang Aryo
Menurutnya pada tragedi berdarah G30S PKI tahun 1965 pada masa Presiden Soeharto telah banyak memakan korban akibat gejolak politik.
Sementara hal yang sama juga kembali terjadi pada kurun waktu tahun 2004-2005 di awal kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dimana terjadinya gejolak alam tsunami Aceh juga memakan banyak korban jiwa pula.