“Seperti kita ketahui bahwa orang Jawa atau wong Jowo ini senang sekali otak-atik gathuk atau menggabungkan beberapa fakta menuju ke fakta yang baru,” ujar Denny.
Denny berpendapat bahwa isi ramalan Jayabaya tersebut berbentuk puisi yang memiliki multitafsir, sehingga setiap orang akan mengartikannya dengan berbeda sesuai dengan pengalaman mereka masing-masing.
“Bukankah ramalan itu artinya seperti itu, multitafsir dan bisa berbeda sebelum seseorang yang meramalkan ini akan menjelaskan apa arti ramalannya,” ujar Denny.
“Sayangnya Prabu Jayabaya saat ini sudah tidak ada disekitar kita,” sambungnya.
Denny menjelaskan bahwa ramalan Jayabaya tersebut sebenarnya tidak sepenuhnya ditulis oleh Prabu Jayabaya sendiri, melainkan Prabu Jayabaya hanya bersenandung dan kemudian ditulis oleh para pengikutnya.
“Sehingga mungkin saat itu tidak ada konfirmasi tertentu yang akan menyatakan ramalan yang mana dan artinya apa,tetapi memang pada akhirnya banyak yang menjadi kenyataan seperti salah satunya adalah pulau Jawa ini akan berkalung besi,” ujar Denny.
Denny pun mencoba meluruskan perihal banyaknya orang yang mengkaitkan tragedi gunung Semeru dengan ramalan Jayabaya, meski dalam ramalan tersebut yang dimaksud merupakan gunung Slamet dan bukanlah gunung Semeru.