Kasus Klitih Semakin Merajalela di Yogyakarta, Begini Asal-usulnya, Beda Arti dengan Aksi Begal

12 April 2022, 13:05 WIB
Ilustrasi Klitih, aksi kejahatan di Yogyakarta. /Pixabay/Republica

 

LINGKAR MADIUN – Akhir-akhir ini selain berita mengenai demo, minyak goreng, dan Reog Ponorogo yang diklaim Malaysia, ramai pula diperbincangkan kasus klitih yang semakin merajalela.

Peristiwa ini banyak ditemui disalah satu kota terbesar dengan unsur budaya Jawa alus yang kental yakni Yogyakarta.

Kasus klitih yang semakin mencekam dan membahayakn para warga dan wisatawan ini harus mendapatkan perhatian kusus dari pemerintah dan pihak yang berwajib.

Baca Juga: Gatick Kembali Berulah, Muncul Rumor Area Terlarang di Sungai Chao Praya Jadi TKP Baru Tangmo Nida?

Aksi yang semakin ganas dipertunjukan pelaku klitih yang ternyata bukan hanya masyarakat lokal Jogja saja melainkan luar dari Yogyakarta juga ada.

Maka dari itu, Yogjakarta yang dulunya terkenal dengan kota yang ramai dan aman 24 nonstop. Sekarang justru kebalikannya, Yogyakarta pada malam hari kini dinyatakan tidak aman.

Hal itu disebutkan, tidak lain karena adanya kasus klitih yang menimpa Yogyakarta akhir-akhir ini.

Baca Juga: Warga Kabupaten Magetan yang Belum Menerima Vaksin, Berikut Jadwal dan 22 Lokasi Vaksinasi Covid-19 Terupd

Dilansir Lingkar Madiun dari instagram @diary.hukum, makna klitih berasal dari bahasa Jawa yang memiliki makna positif.

Yang berarti bahwa sebuah kegiatan diluar rumah untuk melakukan aktivitas saat waktu luang.

Klitih berawal dari hobi bermain teka-teki silang, TTS atau beragam kegiatan lainnya seperti menjahit, itu tentu saja sebuah hal yang positif.

Baca Juga: Kabar Baik! Dinas Peternakan Kabupaten Magetan Beri Kuota Inseminasi Gratis bagi Para Peternak Sapi 

Lalu semua berubah 180 derajat, klitih sekarang dikenal sebagai aksi kekerasan jalanan.

Biasanya tindakan klitih ini dilakukan para pemuda, namun perlu digaris bawahi bahwasanya klitih dan begal adalah tindakan kekerasan yang berbeda.

Klitih adalah tindakan yang bermotif hanya untuk melukai korban, lalu begal adalah merampas harta korban yang disertai dengan tindak kekerasan.

Baca Juga: Kabar Baik! Dinas Peternakan Kabupaten Magetan Beri Kuota Inseminasi Gratis bagi Para Peternak Sapi 

Fenoma klitih ini berawal dari tawuran tingkat pelajar pada era-1990an. Setelah zaman orde baru muncul, dimana kala itu pemerintah mulai tegas memberikan peraturan larangan tawuran.

Sejak itulah para pelajar selalu berkeliling kota dan mencari musuh untuk melakukan aksi klitihnya. Aksi ini dikuatkan dengan para pelaku klitih yang pernah ikut terlibat.

Maka dari itu Pemerintah mengatur hukuman yang akan diterima oleh pelaku tindakan klitih seperti berikut.  

Baca Juga: Roger Schmidt, Pelatih yang Menukangi PSV Ini Sepakat Gabung Klub Raksasa Portugal

1. Kekerasan mengakibatkan luka

Pasal 170 KUHP

Hukuman 5-12 tahun penjara

2. Jika terjadi pembunuhan

Pasal 338 KUHP tentang pembuhan dan 354 KUHP tentang penganiayaan

Hukuman 15 tahun penjara

3. Bila pelaku dibawah umur

Diproses sesuai system peradilan anak.***

Editor: Ninda Fatriani Santyra

Tags

Terkini

Terpopuler