5 Fakta Perjalanan Hidup Ki Hadjar Dewantara Bapak Pendidikan Nasional, Dulunya Seorang Wartawan

- 2 Mei 2021, 15:37 WIB
Ki hadjar dewantara
Ki hadjar dewantara /

LINGKAR MADIUN - Tanggal 2 Mei adalah hari bersejarah bagi bangsa Indonesia yang diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. 

Di balik semua perayaan hari tersebut,  tentu ada tokoh yang berjuang di masa lampau. Siapa lagi jika bukan Ki Hadjar Dewantara,  Bapak Pendidikan Nasional.

Hingga detik ini,  Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai sosok panutan bagi para generasi penggerak pendidikan di Indonesia. 

Baca Juga: Jelang Laga Manchester United Vs Liverpool, Manajer MU : Kami Mengincar Posisi 4 Besar

Konon Hari Pendidikan Nasional ini juga bertepatan dengan hari kelahiran sang pahlawan Ki Hadjar Dewantara tepatnya pada 2 Mei 1889.

Ki Hadjar Dewantara memiliki nama kecil Suwardi Suryaningrat, lalu sejak 1922 berubah menjadi Ki Hadjar Dewantara.

Dari garis keturunan Suwardi kecil berasal dari lingkungan keluarga Kadipaten Pakualaman, putra dari GPH Soerjaningrat, dan cucu dari Pakualam III

Semasa hidupnya,  banyak orang menjulukinya sebagai aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda.

Baca Juga: Presiden Jokowi Menggabung Dua Kementerian untuk Melahirkan Kementerian Investasi, Simak Ulasannya

Berikut ini riwayat pendidikan sekaligus perjuangan sang tokoh Ki Hadjar Dewantara : 

Pernah Bersekolah di Stovia Lalu Menjadi Wartawan

Ia pernah bersekolah di pendidikan dasar di ELS (Sekolah Dasar Eropa/Belanda). Kemudian sempat melanjut ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera), tetapi tidak sampai tamat karena sakit.

Baca Juga: 2 Mei Memperingati Hari Pendidikan Nasional, Inilah Sejarah dan Makna Slogannya

Suwardi muda kemudian bekerja sebagai penulis dan wartawan di beberapa surat kabar, antara lain, Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Ia sangat dikenal sebagai penulis handal. Tulisan-tulisannya komunikatif dan tajam dengan semangat antikolonial.

Ki Hadjar Dewantara memiliki sifat yang ulet sebagai seorang wartawan muda, ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik.

Baca Juga: Akibat Kekurangan Alat Oksigen, Belasan Pasien Covid 19 di India Beserta Nakes Meninggal

Ki Hadjar Dewantara Seorang  Aktivis 

Saat berdirinya Boedi Oetomo (BO) tahun 1908, ia aktif di seksi propaganda untuk mensosialisasikan dan menggugah kesadaran masyarakat Indonesia (terutama Jawa) pada waktu itu, mengenai pentingnya persatuan dan kesatuan dalam berbangsa dan bernegara. Kongres pertama BO di Yogyakarta juga diorganisasi olehnya.

Ia saat muda juga menjadi anggota organisasi Insulinde, suatu organisasi multietnik yang didominasi kaum Indo yang memperjuangkan pemerintahan sendiri di Hindia Belanda, atas pengaruh Ernest Douwes Dekker (DD). Ketika kemudian DD mendirikan Indische Partij, Soewardi diajaknya pula.

Baca Juga: 10 Tanda Ajal Kematian Sudah Dekat, Salah Satunya Perubahan Kulit

Memulai Mengajar pada tahun 1922

Ia kembali ke Indonesia pada bulan September 1919. Segera kemudian ia bergabung dalam sekolah binaan saudaranya.

Ki Hadjar memiliki pengalaman mengajar kemudian saat itulah digunakannya untuk mengembangkan konsep mengajar bagi sekolah yang ia dirikan pada tanggal 3 Juli 1922.

Baca Juga: Ikatan Cinta 2 Mei 2021, Riki Telah Menyiapkan Kado, Elsa Tetap Menghindar, Riki Murka Rahasia Terbongkar?

 

Mendirikan Perguruan Taman Siswa

Suwardi lalu mendirikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau yang akrab disebut Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.

 Saat itulah ia genap berusia 40 tahun menurut hitungan penanggalan Jawa, ia pun mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara.

Semboyan  yang sering dipakainya masih digunakan sampai sekarang dalam pendidikan Indonesia.

Baca Juga: Ampuh Membersihkan Racun dalam Tubuh, Begini Cara Mengolah Ramuan Daun Serai

Semboyan itu terdiri dari 3 kalimat yang menggunakan bahasa Jawa, yang berbunyi ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.

Yang artinya di depan memberi contoh, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan.

Ki Hajar Dewantara Diangkat Sebagai Menteri Pendidikan  Pertama

Pada tahun 1946 Ki Hadjar diberi gelar sebagai Maha Guru pada Sekolah Polisi Republik Indonesia bagian Tinggi di Mertoyudan Magelang, oleh P.J.M. Presiden Republik Indonesia.

Di samping itu, dalam kabinet pertama Republik Indonesia, Ia juga turut diangkat menjadi Menteri Pengajajaran Indinesia dengan pos sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang pertama.

Pada tahun 1957 Ki Hadjar Dewantara mendapat gelar doktor kehormatan Dr.H.C. atau doktor honoris clausa dari universitas tertua Indonesia, Universitas Gadjah Mada berkat jasa-jasanya dalam merintis pendidikan

 

 

Editor: Yeha Regina Citra Mahardika


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah