Lingkar Madiun - Setiap tahun jelang 30 September, polemik komunisme atau PKI yang menguat hanya terus menguras serta mengorbankan tenaga dan pikiran generasi muda bangsa, sebab cenderung untuk tujuan menghancurkan lawan politik.
"Bahwa wabah kebangkitan komunisme sulit tidak diakui untuk hadir setiap tahun menjelang tanggal 30 September atau 1 Oktober. Karena kemunculan berulang pada saat yang tetap itu, sulit dipungkiri bahwa isu tersebut sengaja dimunculkan untuk kepentingan politik," kata Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Letjen TNI (purn) Agus Widjojo di Jakarta, Selasa (29/9/2020), melalui penelusuran Tim Lingkar Madiun dari RRI.
Gubernur Lemhanas tersebut menyadari, sejarah tentang PKI atau komunisme tidak dapat dihilangkan karena berhubungan dengan pikiran orang yang sulit untuk ditebak.
Baca Juga: Ternyata Ini, 5 Cara Bermain BTS Universe Story, Simak Ulasannya Disini
Baca Juga: Angka Covid Masih Tinggi, PSSI Resmi Tunda Lanjutan Liga 1 dan 2 Musim 2020
Ada juga pengalaman perseorangan tentang PKI sehingga membuat tulisan, memoar buku, atau mengadakan pertemuan dengan teman senasib pada zaman dulu.
Di samping itu, ada pula yang menganggap dirinya anti-PKI merasa hal tersebut sebagai sebuah kebangkitan dari komunisme.
Terlepas dari itu, Agus menekankan sebenarnya konstitusi negara sudah sangat tegas dan jelas mengatur tentang larangan PKI.
Tapi MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia dan UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan Terhadap Keamanan Negara sudah cukup kuat untuk mengebiri perseorangan atau paham komunis diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Dana Awal Kampanye Gibran-Teguh Ternyata Lebih Besar Dibanding Bagyo-Suparjo Sebesar 25 juta
Baca Juga: Angka Covid Masih Tinggi, PSSI Resmi Tunda Lanjutan Liga 1 dan 2 Musim 2020
Karena itu, lanjutnya, memperdebatkan tentang PKI merupakan hal yang sia-sia dan hanya membawa bangsa ini jalan di tempat.
"Polemik yang menguras waktu tenaga dan pikira dari aset bangsa yang sebenarnya diperlukan meningkatkan efektivitas usaha pembangunan nasional. Terasa sekali apabila sebuah postingan di sebuah media sosial ada provokatif direspons secara defensif oleh pihak yang berlawanan, maka proses balas membalas ini tidak ada habisnya," tuntasnya. ***