Lingkar Madiun - G30S/PKI atau Peristiwa Gerakan 30 September/PKI memang selalu menjadi sejarah tragis perjalanan Indonesia pada tahun 1965.
Dalam peristiwa berdarah tersebut, tujuh orang perwira TNI dibunuh secara keji, salah satunya Jendral Ahmad Yani.
Saat kejadian itu, ketujuh perwira TNI tersebut dituduh akan melakukan makar terhadap Presiden Pertama RI Soekarno, melalui Dewan Jenderal. Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani sendiri, merupakan salah satu pahlawan revolusi dan nasional Indonesia. Namun, siapa yang menyangka jika dirinya menjadi sosok yang sangat dekat dengan Presiden Soekarno , bahkan bisa dibilang kesayangan.
Baca Juga: Kabar Terbaru, Tersangka Inisial SWS Kasus Klinik Aborsi Ilegal Di jakarta Pusat Meninggal Karena...
Baca Juga: BLT BPJS Tahap 1-4 Sudah Diterima 10,1 Juta Karyawan, Tersisa 13% Belum Cair
Pada masa itu, hanya sosok Yani yang bisa menentang kebijakan Sukarno mengenai PKI, secara lebih halus dan dapat diterima. Sebagai orang Jawa, Yani memperlakukan Soekarno sebagai seorang "bapak". Meski bertindak salah namun tidak boleh ditentang secara terbuka. Hal tersebut yang membuat Yani lebih mudah masuk menjadi bagian dari lingkungan Istana Sukarno.
Ahmad Yani lahir pada 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo. Ayahnya bernama Sarjo bin Suharyo dan ibunya, Murtini. Pada 1927, mereka merantau ke Bogor karena sang ayah bekerja untuk seorang jenderal Belanda. Pada masa kecilnya ia mengawali sekolah di HIS (setingkat SD) di Bogor dan selesai pada 1935.
Kemudian, ia melanjutkan sekolah ke MULO di Bogor dan lulus pada 1938. Selanjutnya masuk ke AMS di Jakarta, di AMS, Yani hanya bersekolah hingga kelas dua. Pada masa itu, di sana Yani harus mengikuti program wajib militer yang dicanangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Pada akhirnya, ia mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang dan dilanjutkan di Bogor.
Baca Juga: 3 Klasifikasi Masker Ber-SNI, Simak Penjelasannya!
Baca Juga: BLT BPJS Tahap 1-4 Sudah Diterima 10,1 Juta Karyawan, Tersisa 13% Belum Cair