Stop Salahkan Korban Perkosaan! Cek Fakta Soal Perkosaan di Bawah Ini

22 Oktober 2020, 20:29 WIB
ilustrasi pemerkosaan /StockSnap /StockSnap/Pixabay

LINGKAR MADIUN- Banyaknya kasus perkosaan masih belum menumbuhkan rasa simpati masyarakat. Pandangan negatif selalu tertuju kepada korban perkosaan sehingga membuat mereka para korban semakin tersudutkan.

Dari mulai pakaian yang kurang sopan, terlalu larut malam saat pulang, pertanyaan mengenai mengapa tidak menolak saat diperkosa?, mengapa tidak melawan saat diperkosa?, mengapa diam saja saat diperkosa?, dan masih banyak lagi statment negaitif lainnya.

Padahal ada banyak sekali fakta yang mana kita sebagai orang awam terkadang tidak tahu. Namun ketidaktahuan ini membuat mereka para korban menjadi lebih tertekan bahkan bisa mengalami gangguan mental.

Baca Juga: Dijodohkan dengan Denise Chariesta oleh Salshadilla, Lutfi Agizal: Mungkin Dia Lupa

Baca Juga: Disney Rilis Teaser Trailer Film Animasi Raya and The Last Dragon, Bagaimana Kisah Selengkapnya?

Dilansir dari Yayasan Pulih yang mengambil data dari Komnas Perempuan, ada 90% kasus perkosaan yang dilakukan lebih dari 1 orang dan sudah direncanakan sebelumnya, 75% penyeragan seksual sudah dilakukan perencanaan. 93% penyintas kekerasan seksual anak mengenal pelakunya, dan hanya 7% dari pelaku adalah orang yang tidak dikenal.

Artinya, hampir semua tindakan perkosaan dilakukan secara disengaja bahkan dilakukan oleh orang terdekat korban.

Korban perkosaan bukan hanya perempuan saja tetapi juga bisa terjadi pada laki-laki. Ingat dengan kasus Reynhard Sinaga yang korbannya mayoritas adalah laki-laki?

Bukan hanya itu saja, perkosaan juga bisa terjadi pada anak-anak baik anak laki-laki maupun perempuan, perempuan yang menggunakan pakaian yang tertutup, bahkan korban bisa perempuan yang berusia lanjut usia, sangat jauh dari kesan seksi bukan?

Baca Juga: Deretan Bioskop CGV yang Mulai Beroperasi. Besok Giliran CGV Mojokerto

Baca Juga: Tora Sudiro dan Mieke Amalia Blak-blakan Tentang Skandal Perselingkuhan Zaman Extravaganza

Perkosaan sendiri dapat dilakukan oleh semua orang, bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Bahkan di rumah sendiri, siang hari, dan dari orang terdekat misalnya ayah, kakek, kakak, ibu atau yang lainnya.

Mengapa korban perkosaan tidak melawan? mengapa tidak teriak?

Saat korban tidak berteriak bukan berarti ia menerima atau bahkan menikmati. Ia mengalami kelumpuhan sementara atau biasa disebut dengan imobilitas tonik akibat serangan yang terjadi tiba-tiba.

Sebanyak 70% korban perkosaan mengalami imobilitas tonik bahkan 48%nya masuk dalam tahap ekstrem. Akibat imobilitas tonik ini korban menjadi lebih rentan terkena post traumatic diorder yang terjadi hingga 6 bulan setelah serangan dan 3-4 kali mengalami depresi yang cukup berat.

Baca Juga: Sepatu Kulit Ceker Ayam Karya Anak Bangsa, Unik dan Sudah Mendunia

Baca Juga: Jelang Pilkada 2020: Politik Uang Merupakan Pelecehan Terhadap Kecerdasan Pemilih

Menjadi korban pelecehan seksual bukan hal yang mudah. Kebanyakan mereka akan merasa syok, bingung, tidak berdaya, rasa percaya diri menurun, malu, merasa bersalah, selalu merasa tidak nyaman, sulit konsentrasi, produktivitas menurun, depresi, takut disalahkan keluarga, dan masih banyak lagi.

Jadi, sebagai masyarakat yang berpendidikan sebaiknya kita harus terbuka dengan adanya fakta ini. Mari rangkul para korban, bantu berikan semangat agar trauma tidak menghantuinya. Mari stop salahkan korban perkosaan.***

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Sumber: Twitter Yayasan Pulih

Tags

Terkini

Terpopuler