Baca Juga: Deretan Bioskop CGV yang Mulai Beroperasi. Besok Giliran CGV Mojokerto
Baca Juga: Tora Sudiro dan Mieke Amalia Blak-blakan Tentang Skandal Perselingkuhan Zaman Extravaganza
Perkosaan sendiri dapat dilakukan oleh semua orang, bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Bahkan di rumah sendiri, siang hari, dan dari orang terdekat misalnya ayah, kakek, kakak, ibu atau yang lainnya.
Mengapa korban perkosaan tidak melawan? mengapa tidak teriak?
Saat korban tidak berteriak bukan berarti ia menerima atau bahkan menikmati. Ia mengalami kelumpuhan sementara atau biasa disebut dengan imobilitas tonik akibat serangan yang terjadi tiba-tiba.
Sebanyak 70% korban perkosaan mengalami imobilitas tonik bahkan 48%nya masuk dalam tahap ekstrem. Akibat imobilitas tonik ini korban menjadi lebih rentan terkena post traumatic diorder yang terjadi hingga 6 bulan setelah serangan dan 3-4 kali mengalami depresi yang cukup berat.
Baca Juga: Sepatu Kulit Ceker Ayam Karya Anak Bangsa, Unik dan Sudah Mendunia
Baca Juga: Jelang Pilkada 2020: Politik Uang Merupakan Pelecehan Terhadap Kecerdasan Pemilih
Menjadi korban pelecehan seksual bukan hal yang mudah. Kebanyakan mereka akan merasa syok, bingung, tidak berdaya, rasa percaya diri menurun, malu, merasa bersalah, selalu merasa tidak nyaman, sulit konsentrasi, produktivitas menurun, depresi, takut disalahkan keluarga, dan masih banyak lagi.
Jadi, sebagai masyarakat yang berpendidikan sebaiknya kita harus terbuka dengan adanya fakta ini. Mari rangkul para korban, bantu berikan semangat agar trauma tidak menghantuinya. Mari stop salahkan korban perkosaan.***