Baca Juga: Inilah Jagoan yang Kuasai Industri E-Commerce Indonesia Tahun 2021
Ahli spiritual tersebut lanjut menerangkan bahwa aksara ‘So’ dalam jangka Honocoroko mengisyaratkan terjadinya peristiwa Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) pada tahun 1966.
“So, kalau saya maknai Supersemar, itu surat sakti bagi saya, menggunakan selembar surat tersebut untuk sebuah kekuasaan,” ungkapnya.
Kang Aryo pun lanjut menerangkan mengenai aksara ‘Wo’ dalam jangka Honocoroko yang lebih mengisyaratkan perihal ‘Waringin Rubuh’ yakni tragedi tumbangnya kekuasaan di era kepemimpinan Presiden Soeharto.
“Di tahun akhir-akhir kepemimpinan pak Harto itu kan, banyak tokoh-tokoh atau aktivis menuntut untuk mundur, menurut saya itu terkait dengan Waringin Rubuh, tumbangnya kekuasaan.” terangnya.
Sementara aksara ‘Lo’ dalam jangka Honocoroko, menurut Kang Aryo lebih mengisyaratkan pada tragedi bencana alam tsunami Aceh yang terjadi pada tahun 2004 silam.
“ ‘Lo’ itu lindu tsunami Aceh 2004, waktu itu awal kepemimpinan SBY,” ungkap Kang Aryo.
Menurutnya pada tragedi G30S PKI tahun 1965 pada masa Presiden Soeharto telah banyak memakan korban akibat gejolak politik.