LINGKAR MADIUN - Masyarakat Tanah Air saat ini tengah ramai memperbincangkan Vanuatu.
Negara kecil yang berlokasi di kepulauan Melanesia ini mendadak viral dan menjadi bahan perbincangan setelah secara terang-terangan memercik konflik dengan indonesia.
Vanuatu menuding bahwa Indonesia telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap masyarakat Papua Barat.
Baca Juga: Kelola Keuanganmu di Usia 20-an Agar Tetap Aman Habis Gajian, Simak Caranya
Baca Juga: 5 Link Nonton FIlm Gratis Mirip IndoXXI dan PusatFilm21
Tidak tanggung-tanggung, tudingan tersebut bahkan dilayangkan Vanuatu dalam forum Internasional PBB dan disaksikan oleh negara-negara lain.
Setelah ditelusuri, ternyata tudingan tersebut ada kaitannya dengan bangsa Melanesia (Papua).
Dalam hal ini, Vanuatu mengaku memiliki keterikatan ras dengan Papua dan menganggap bahwa negaranya belum sepenuhnya merdeka karena Papua masih dalam "jajahan" Indonesia.
Campur tangan Vanuatu terhadap Indonesia ini bukan tanpa alasan, dikutip dari akun twitter @VeronicaKoman ia menjelaskan mengapa Vanuatu gigih membela bangsa Papua yang masih satu ras Melanesia dengan negara Vanuatu.
Simak artikel dibawah ini sampai habis.
Berikut kutipan @veronicakoman
Tau kenapa Vanuatu paling gigih bela West Papua?
Alm Walter Lini, bapak bangsa sekaligus Perdana Menteri pertama Vanuatu, pernah berikrar bahwa Vanuatu belum merdeka bila masih ada saudara Melanesia yang dijajah atau hidup di bawah penindasan bangsa lain.
Atas status twitter nya ini tak sedikit yang menghujat Veronica Koman. Sosok Veronica Koman adalah seorang pengacara dan pegiat hak asasi manusia (HAM) asal Indonesia yang dikenal akan advokasinya untuk isu-isu pelanggaran HAM di Papua.
Pemerintahan Vanuatu dari Awal kemerdekaan sudah memiliki spirit anti kolonialisme dan non-blok. Bahkan Perdana Menteri Vanuatu pertama, Walter Lini, pernah bilang kalau Vanuatu tidak akan merdeka penuh sampai seluruh wilayah Melanesia bebas dari cengkeraman penjajah.
Oleh karenanya, Perdana Menteri Vanuatu pertama, Walter Lini, menjalin hubungan dengan negara-negara blok kiri, Kuba dan Libya. Selain itu Vanuatu juga bergabung dengan Gerakan Non Blok. Dukungan beberapa gerakan kemerdekaan di kawasan Melanesia oleh Vanuatu juga tidak terlepas dari Nilai-Nilai Melanesia.
Nilai-nilai Melanesia, Wantok dan Kastom menjadi komponen utama dalam semangat Pan Melanesia. Wantok adalah sebuah sistem kekerabatan atas dasar persamaan suku, tempat tinggal, agama, dan ras.
Kastom muncul sebagai reaksi atas penjajahan eropa di tanah Melanesia di mana pada masa itu mereka merendahkan budaya asli. Oleh karenanya Kastom adalah sebuah sistem untuk mempertahankan budaya-budaya asli dari pengaruh barat.
Dengan Melanesian values di atas, Kastom dan Wantok, Vanuatu, Kepulauan Solomon, dan Papua Nugini menggagas berdirinya Melanesian Spearhead Group (MSG) pada tahun 1986. Vanatu dan MSG juga mendukung Front Pembebebasan Kanak (Gerakan kemerdekaan dan partai ini juga bergabung ke kelompok ini.
Pada awal pendirian MSG, isu Papua jarang dibahas. Isu-isu kemerdekaan Papua mulai muncul pada periode 2000an di kawasan pasifik. Vanuatu, Nauru, dan Tuvalu menyampaikan dukungan kemerdekaanya kepada Papua pada tahun 2000 dalam sidang milenium PBB.
Dua tahun kemudian, untuk pertama kalinya delegasi OPM turut hadir dalam Konferensi Pasifik Island Forum ke 31 di Kiribati pada tahun 2002.
Representatif kantor OPM didirikan dan banyak tokoh-tokoh pejuang kemerdekaan Papua yang menetap di Vanuatu.
Puncaknya pada tahun 2010, Vanuatu dengan nilai-nilai Melanesianya mengeluarkan rancangan undangan yaitu Wantok Blong Yumi Bill dimana Vanautu mendukung penuh Gerakan Papua Merdeka, mengupayakan Papua untuk mendapatkan status pengamat dalam MSG dan membawa isu Papua di PBB.
Indonesia melakukan politik diplomasinya kepada Vanuatu pada masa Perdana Menteri Sato Kilman dengan sumbangan ambulan, komputer, peralatan pertanian, dan bahkan ada isu untuk latihan bersama dengan Indonesia.
Spontan, tindakan Sato Kilman menuai kecaman dari pihak gereja dan parlemen. Karena hubungannya dengan Indonesia, Parlemen Vanuatu mengeluarkan mosi tidak percaya kepada Sato Kilman dan dia mundur pada Maret 2013.
Pengganti Sato Kilman, Moana Carcasses, Perdana Menteri Vanuatu pertama yang membawa isu Papua ke Sidang PBB pada tahun 2013.
Tahun berikutnya, dia juga membawa isu yang sama pada sidang Komite Hak Asasi Manusia PBB. Bahkan dia pernah tertangkap kamera mengibarkan bendera Bintang Kejora.
Pada tahun 2014, United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) mengajukan proposal untuk bergabung ke MSG sebagai pengamat dan setahun kemudian diterima. Diterimanya ULMWP sebagai observan di MSG menjadi pukulan telak bagi Indonesia.
Akhirnya Indonesia mengadakan Festival Budaya Melanesia di Kupang pada tahun 2015 dan Vanuatu tidak terlibat. *** (Tri Widiyanti / Ringtimes Bali)