Dibalik Pesona Gunung Lawu, Mitos Jalak Baik Hingga Jalak Buruk Bagi Pendaki, Simak Ulasannya

6 Desember 2020, 17:36 WIB
Pemandangan Gunung Lawu /Instagram/@Lawumountain

 

 

 

LINGKAR MADIUN - Menjulang ke langit dengan tinggi 3265 meter di atas permukaan laut (dpl), Gunung Lawu menduduki 3 kawasan kabupaten, dua di Jawa Timur (Ngawi dan Magetan) dan satu lagi di Jawa Tengah (Karanganyar).

Status gunung saat ini pasif tidak ada aktivitas vulkanik mencolok sehingga kawasan di sekitar gunung ini sangat nyaman sebagai tujuan wisata maupun petualangan alam. Diperkirakan terakhir Lawu meletus di akhir abad 18 sekitar tahun 1835, meski demikian di puncak Lawu masih terlihat aktivitas vulkanik terlihat dari munculnya uap air dan belerang.

Gunung Lawu sangat mudah diakses baik dari Jawa Timur lewat Kabupaten Ngawi dan Magetan atau lewat Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Di lereng bagian timur, obyek wisata popularnya adalah Telaga Sarangan yang terletak 1200 meter dpl. Jarak tempuh dari kota Kabupaten Magetan 16 Km dengan waktu tempuh sekitar 30 menit.

Baca Juga: Soal Deklarasi Benny Wenda, Pakar Hukum Tata Negara UMJ : Dapat Mengganggu Kedaulatan Negara Lain

Obyek wisata favorit di lereng bagian barat Gunung Lawu adalah “Tawang Mangu”dengan ketinggian 1200 meter dpl. Di lokasi tersebut terdapat wisata air terkenal yaitu “Grojogan Sewu”. Jarak Tawang Mangu dari kota terdekat yakni Kota Solo sekitar 40 Km dapat ditempuh sekitar 1 jam perjalanan.

Dari lokasi ini, wisatawan pindah kendaraan ke lokasi yang akan dituju, misalnya ke Telaga Sarangan atau  Cemoro Sewu. Calon wisatawan bisa membeli perbekalan untuk dikonsumsi dalam perjalanan atau selama bermalam di penginapan di sejumlah tujuan wisata Gunung Lawu. Di di lokasi wisata Gunung Lawu tersedia berbagai pilihan kelas dan harga penginapan dan hotel.

Pada hari–hari besar atau musim liburan sekolah, obyek-obyek Gunung Lawu biasanya ramai dipadati pengunjung. Seperti hukum ekonomi, bila permintaan tinggi dan pasokan tidak bertambah dengan sendirinya harga akan naik. Demikian pula ongkos kendaraan menuju ke Lawu juga naik di musim–musim tersebut, juga harga sewa kamar hotel atau penginapan.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tunjuk Menko PMK Gantikan Mensos

Baca Juga: Cara Membuat Sambal Matah yang Mudah, Murah, dan Dijamin Cocok Dilidah

Mitos Gunung Lawu

Gunung Lawu seperti gunung-gunung lain di Indonesia diselimuti oleh mitos-mitos tradisional yang merupakan cerita turun-temurun. Konon menjelang keruntuhan Kerajaan Majapahit (1400 M), Raja Majapahit terakhir Brawijaya V mengasingkan diri ke gunung Lawu berserta pengikutnya bernama Sabdo Palon. Hati raja Majapahit masygul ketika putranya yaitu Raden Fatah tidak mau melanjutkan pemerintahan Majapahit. Sebaliknya sang Pangeran mendirikan kerajaan Islam di Demak dengan pusat pemerintahan di Glagah Wangi (Alun-alun Demak).

Raja Brawijaya V adalah pemeluk agama Budha ketika meminang Dara Petak (ibu dari Raden Fatah) putri Raja Campa pernah menyatakan masuk Islam sebagai syarat menikah. Dikisahkan saat itu Raja Brawijaya V juga bersedia masuk islam dan menjadi mualaf jika diizinkan menikahi Dara Petak yang saat itu sudah beragama Islam dan memakai kerudung.

Baca Juga: Gajian Sudah Tiba? Promo Bombastis Menanti di Shopee Gajian Sale!

Belakangan Prabu Brawijaya V tak sepenuh hati masuk Islam. Ia menjadi mualaf semata-mata karena ingin menikahi putri tersebut. Inilah yang membuat Syech Maulana Malik Ibrahim tidak suka. Akhirnya prabu Brawijaya V memang berhasil menikahi Dara Petak dan masuk Islam, pada sisi lain ia masih memeluk agama Budha dalam hatinya. Setelah menikah, para anggota kerajaan yang sudah beragama Islam berupaya membujuk raja agar masuk Islam yang sebenar-benarnya. Bahkan ratunya yang bernama Dara Jingga dan selir-selirnya yang lain pun ikut membujuknya namun selalu gagal.

Pada suatu hari Raja Brawijaya sangat sedih hatinya karena memiliki pemahaman yang berbeda dengan keluarganya. Suatu malam, raja tersebut bermeditasi memohon petunjuk pada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam semedinya ia mendapatkan petunjuk jika kerajaan Majapahit sudah saatnya memudar kejayaannya dan “Wahyu Kedaton” akan di pindahkan ke Kerajaan Demak.

Singkat cerita , Prabu Brawijaya V memutuskan mundur dari dunia ramai dan menyepi ke puncak gunung Lawu bersama abdi setianya Ki Sabdo Palon. Saat berada di puncak Lawu mereka bertemu dengan dua kepala dusun setia, yaitu Dipa Menggala dan Wangsa Menggala.

Baca Juga: 6 Tanda Tubuh Kamu Dipenuhi Energi Negatif, Jangan Abaikan!

Sebagai abdi dalem yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja dan ikut pergi bersama ke puncak Lawu. Lokasi pertapaan Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi kini dikenal dengan puncak “Hargo Dalem.” Sedangkan Ki Sabdo Palon sang abdi setia akhirnya meninggalkan tuannya mengambil lokasi pertapaan di “Hargo Dumiling.”  

Sang Raja kemudian mengangkat Dipa Menggala menjadi penguasa Gunung Lawu karena kesetiannya. Ia diberi kekuasaan untuk membawahi semua makluk gaib yang ada di barat sampai gunung Merbabu, dari timur sampai ke Gunung Wilis, dari selatan sampai ke Pantai Selatan dan dari Utara sampai ke Pantai Utara. Abdi ini diberi gelar “Sunan Gunung Lawu.” Sementara abdinya yang lain yang benama Wangsa Manggala diangkat sebagai patihnya dan diberi gelar “Kiai Jalak.”

Cerita mitos tentang Sunan Gunung Lawu dan Kyai Jalak hingga kini masih popular di kalangan pengunjung dan pendaki Gunung Lawu. Beberapa pendaki Lawu kabarnya pernah bertemu dengan “Kyai Jalak” dengan rupa burung jalak saat mereka mendaki ke puncak “Hargo Dalem”. Para pendaki meyakini jika menjumpai burung ini, maka sebenarnya ia berniat baik ingin memberi petunjuk jalan agar tak tersesat. Sebaliknya jika para pendaki memiliki perangai yang buruk maka Kiai Jalak yang tak menyukainya akan membuatnya bernasib buruk.***

Editor: Yeha Regina Citra Mahardika

Tags

Terkini

Terpopuler