Ternyata Ini Alasan Polisi Bubarkan Silaturahmi KAMI Di Surabaya

28 September 2020, 18:32 WIB
Logo Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) /

Lingkar Madiun - Kegiatan silahturahmi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) di beberapa tempat di Kota Surabaya, Senin (28/9/2020)dibubarkan oleh aparat kepolisian.  

Kabid Humas Polda Jawa Timur Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko membenarkan pembubaran kegiatan tersebut. 

Kegiatan Silaturahmi KAMI di Kota Surabaya berlangsung di beberapa tempat, yaitu Gedung Juang 45, Gedung Museum Nahdlatul Ulama (NU) dan Gedung Jabal Noer.

"Karena kita tahu betul situasi saat ini kan Jatim masuk bagian perhatian secara nasional untuk pandemi COVID-19. Dalam penggeloraan kegiatannya, Jatim sedang menggelorakan kegiatan sosialisasi edukasi preventif sampai dengan operasi yustisi dengan penindakan dan penegakan hukum terkait kerumunan," kata Trunoyudo.

Baca Juga: Ketua KPID Sumut, Meninggal Setelah Positif Covid 19

Baca Juga: Mengejutkan, Kesembuhan Pasien Covid 19 Di Jakarta Lebih Tinggi Dibanding Kematian

Trunoyudo melanjutkan, pembubaran kegiatan KAMI di beberapa tempat di Surabaya mengacu kepada aturan Pemerintah nomor 60 tahun 2017 pada Pasal 5 dan Pasal 6 bahwa kegiatan harus ada izin yang dikeluarkan pihak berwenang.

Dijelaskannya, dalam aturan Pasal 6 terkait kegiatan yang sifatnya lokal harus sudah dimintakan perizinan. Jika kegitannya bersifat nasional pada salah satu daerah harus 21 hari sebelumnya.

"Kita ketahui dari beberapa yang kita lihat, surat administrasi, pemberitahuan itu baru diberikan tanggal 26 September 2020 atau tepatnya baru dua hari yang lalu tepatnya Sabtu," katanya.

Selanjutnya, alasan dibubarkannya kegiatan KAMI di Surabaya, kata Trunoyudo, bahwa di masa pandemi keselamatan rakyat atau masyarakat adalah yang paling utama dan menjadi hukum tertinggi di masa pandemi.

Baca Juga: Ketua KPID Sumut, Meninggal Setelah Positif Covid 19

Baca Juga: Parah! Deklarasi KAMI Di Surabaya Ditolak Ratusan Massa

"Kemudian perlu diketahui ada beberapa perubahan mendasar terkait dengan tempat pertemuan. Yang pertama di Gedung Juang, kemudian bergeser di gedung museum NU dan terakhir di gedung Jabal Noer. Artinya secara administrasi tidak terpenuhi mendasari Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2017," kata dia.

Truno juga mengingatkan, setiap kegiatan keramaian di Jatim yang mengundang massa harus melalui mekanisme yang namanya assessment.

"Assessment adalah bagaimana seorang asesor menguji kelayakan dilakukannya kegiatan tersebut dalam menerapkan protokol kesehatan, menjaga jarak, tidak berkerumun, kemudian menyiapkan perlengkapan peralatan yang ada," tuturnya. ***

Editor: Yoga Pratama Widiyanto

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler