7 Fase Kehidupan Bangsa Indonesia Berdasarkan Ramalan Jayabaya, Jatuh Bangunnya Nusantara

- 4 Desember 2020, 18:34 WIB
ilustrasi Prabu Jayabaya
ilustrasi Prabu Jayabaya /Instagram @realhistoryuncovered

 

LINGKAR MADIUN - Jayabaya salah seorang raja Kediri (1130-57), penerus Airlangga yang paling banyak dikenang, walaupun tentang masa pemerintahannya sendiri tidak banyak diketahui oleh sejarah.

Raja Jayabaya telah meramalkan tentang masa keruntuhan kerajaannya sendiri, sekaligus tentang kebangkitan dan kejayaannya kembali di kelak kemudian hari. Ramalan tentang jatuh-bangunnya "Negeri Jawa" atau Nusantara tercatat dalam 7 fase berikut ini.

1. Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong.

"Murcane Sabdo Palon Noyo Genggong" diartikan dengan "Menghilangnya Sabdo Palon Noyo Genggong". Sabdo Palon dan Noyo Genggong adalah penasehat spiritual Raja Majapahit terakhir, Raja Brawijaya V (berkuasa 1453-1478).

Saat Raja Brawijaya V masuk memeluk agama Islam, Sabdo Palon tidak mau mengikutinya. Tetapi Sabdo Palon pun tidak menghalangi Raja Brawijaya V untuk memeluk Islam, karena Sabdo Palon tahu bahwa hal itu sudah merupakan kehendak Sang Kuasa.

Baca Juga: Mitos Gunung Slamet Terbelah Dua dengan Ramalan Jayabaya

Baca Juga: 9 Tanda Diabetes pada Pria yang Tidak Harus Diabaikan: Salah Satunya Sering Buang Air Kecil

Baca Juga: Prancis Ancam Tutup 76 Masjid Diduga Sumber Radikalisme

2. Semut Ireng Anak-Anak Sapi.

Semut Hitam Anak-Anak Sapi, semut hitam mempunyai karakter hidup bergerombol dalam jumlah yang banyak. Jika salah satu di antaranya menemukan tempat yang diketahui terdapat gula atau makanan yang manis, maka kawanan semut hitam lainnya akan datang berbondong-bondong ke tempat tersebut.

Gambaran perilaku semut hitam ini mirip dengan modus kedatangan bangsa-bangsa Eropa Barat di Nusantara. Dimulai dengan kedatangan Portugis, disusul dengan kedatangan armada dagang Belanda dan selanjutnya bangsa Eropa Barat khususnya Belanda menguasai dan menggerogoti kekayaan alam nusantara.

3. Kebo Nyabrang Kali.

Kebo nyabrang kali, atau jika diterjemahkan kerbau diidentikan dengan hewan yang malas jika perutnya sudah kenyang. Kerbau apabila sedang asyik bermain di kubangan dan belum merasa puas, cenderung malas untuk pergi dari kubangan itu. Kerbau juga tidak akan mau menyebrangi kali, kecuali jika dipaksa atau terpaksa.

Hal ini tergambar ketika Belanda baru mau meninggalkan Nusantara dan "menyebrang" ke Australia karena terpaksa menjelang ditaklukan oleh Jepang pada 8 Maret 1942. Di saat yang bersamaan, di tanah airnya, orang-orang Belanda juga terpaksa "menyebrang" ke Inggris karena diserang oleh pasukan Nazi Jerman.

Baca Juga: Trump Enggan Hadir saat Pelantikan Presiden, Biden: Bukan Urusan Saya

Baca Juga: Jelang Pilkada Serentak 2020, Ketua Fraksi Partai Gabungan Demokrat-Nasdem Mengalami Rotasi

4. Kejajah Saumur Jagung Karo Wong Cebol Kepalang.

Arti dalam bahasa Indonesia, terjajah seumur jagung oleh orang bertubuh pendek. Postur orang-orang Jepang pada saat Perang Dunia II belum seperti sekarang. Mereka mempunyai tinggi badan rata-rata di bawah 160 cm.

Walaupun pendek-pendek, mereka dengan gagah berani dan dengan bekal semangat ksatria samurai yang mengalir di darahnya mampu mengalahkan dan mengusir bangsa-bangsa Eropa yang telah sekian abad menjajah wilayah Asia Tenggara.

5. Pitik Tarung Sak Kandang.

Pitik Tarung Sak Kandang, jika diterjemahkan ke bahasa Indonesia secara harfiah berarti Ayam Bertarung Dalam Satu Kandang. Bagaimanapun, Ayam akan bertarung dengan ayam lainnya jika diadu atau diprovokasi oleh pihak lain.

Pada fase ramalan ini, di Nusantara terjadi konflik-konflik internal seperti, Peristiwa Tiga Daerah, Percobaan penculikan Perdana Menteri Sahrir atau dikenal dengan peristiwa 3 Juli 1946, Provokasi Madiun September 1948, Pemberontakan RMS dan aksi Kapten Andi Aziz 1950, dan masih banyak lagi.

Baca Juga: Andai Gagal Menang di UCL, Posisi Zidane Di Kursi Pelatih Real Madrid Terancam Berakhir

6. Kodok Ijo Ongkang-Ongkang.

Kodok Ijo Ongkang-Ongkan, secara harfiah kodok merupakan binatang yang lincah dan bisa hidup di dua alam, air dan darat. Kelincahan kodok ini dapat diidentikkan dengan tentara atau militer. Kodok Ijo di sini menjelaskan spesifikasi militer yang berseragam hijau, yaitu Angkatan Darat.

Dalam fase ini, pada masa kepemimpinan Soeharto, militer khususnya Angkatan Darat mendapat posisi yang istimewa dalam pemerintahan. Jajaran birokrat dari pusat hingga daerah sebagaian besar diisi oleh perwira Angkatan Darat.

7. Tikus Pithi Anoto Baris.

Tikus Pithi adalah anak tikus baru lahir yang masih berwarna merah. Tikus Pithi Anoto Baris jika diterjemahkan secara harfiah ke dalam bahasa Indonesia adalah Anak Tikus Baru Lahir Menyusun Barisan.

Melihat ramalan Tikus Pithi Anoto Baris, nampaknya ada hubungannya dengan fenomena kebebasan berbicara. Suatu fenomena yang tidak mudah ditemui di era Kodok Ijo Ongkang-Ongkang. Hal ini biasa kita saksikan di media masa tentang demonstrasi mahasiswa-mahasiswa dan elemen masyarakat yang menyuarakan aspirasinya.***

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah