Dinas Pendidikan Jatim Sebut Kualitas Pendidikan Menurun Sejak Ada PJJ

24 Desember 2020, 18:28 WIB
Belajar daring, Kemendikbud siap salurkan bantuan subsidi kuota internet gratis hingga 50 GB untuk guru dan siswa PAUD, SD, SMP, SMA hingga dosen dan mahasiswa. /Pikiran-rakyat.com/Ade Mamad

Lingkar Madiun – Kepala Dinas Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi mengungkapkan bahwa Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menjadi sebab menurunnya kualitas pendidikan pada siswa.

Hal ini disampaikan Wahid saat menghadiri acara Refleksi Pendidikan 2020 di Surabaya pada hari Rabu, 23 Desember 2020.

Baca Juga: Pembelajaran Tatap Muka Januari 2021, Gubernur Jatim: Sekolah Harus Siapkan Masterplan

Baca Juga: Perguruan Tinggi Gelar Kuliah Tatap Muka, Mendikbud: Ikuti Prokes Ditjen Dikti

Acara tersebut dilaksanakan dalam rangka evaluasi PJJ yang telah diterapkan sejak awal pandemi COVID-19 di Indonesia.

Sejumlah narasumber juga dihadirkan dalam acara tersebut, seperti Dewan Pendidikan, anggota DPRD,  para akademisi, dan anggota Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).

Dalam acara tersebut, Wahid menyampaikan bahwa kualitas pendidikan tahun ini memang tak sebaik tahun-tahun sebelumnya karena belum adanya kesiapan saat PJJ.

Secara umum pembelajaran jarak jauh menurunkan kualitas pendidikan. Mungkin karena tahun 2020 menjadi tahun pertama sehingga guru belum siap secara materi, siswa juga belum siap menerima materi daring," tutur Wahid.

Belum adanya kesiapan itulah yang akhirnya berdampak pada kemampuan siswa yang masih belum terlihat maksimal, terlebih pada mata pelajaran eksak, seperti matematika, fisika, dan kimia. Selain itu, materi keterampilan juga kurang terkuasai dengan baik.

"Makanya, Jatim mulai menggelar pembelajaran tatap muka dan hasil evaluasinya bagus sehingga mulai ditingkatkan lagi," kata Wahid.

Baca Juga: Sekolah Buka Januari 2021, Satgas COVID-19 Himbau Pemda Fasilitasi Screening Kesehatan di Sekolah

Yang dikhawatirkan adalah, menurut Wahid, tumbuh kembang siswa dalam mengikuti pembelajaran akan terganggu bila  pembelajaran tatap muka  tidak segera dilaksanakan.

Bahkan, sindrom learning lost hingga kemungkinan putus sekolah bisa saja terjadi pada siswa.

Wahid pun menceritakan pengalamannya terkait kekhawatiran orang tua yang anaknya tidak lagi mendapatkan pendidikan formal di sekolah.

"Saya pernah dihubungi orang tua di Madura yang bilang anaknya ke Surabaya. Mereka menanyakan apa SMA/SMK sudah bubar dan banyak siswa yang kemudian dipindahkan ke pesantren oleh orang tua. Psikososial dan kekerasan pada anak juga meningkat sehingga Jatim selalu mengevaluasi uji coba tatap muka," kata Wahid.

Pakar Pendidikan Jatim Prof. Mohammad Nuh juga memaparkan bahwa stakeholder pendidikan perlu melakukan tiga faktor yang diperlukan untuk menunjang persiapan PJJ.

Faktor pertama yaitu literasi digital bagi para pendidik. Faktor kedua adalah  ketersediaan infrastruktur digital di semua sekolah agar PJJ berjalan dengan ancar.

Faktor ketiga adalah pemberian subsidi biaya internet untuk para siswa yang harus melakukan PJJ secara daring.

Kemudian, Mohammad Nuh mengatakan bahwa kemungkinan untuk melaksanakan sistem pembelajaran hybrid selalu ada.

"Semuanya sepakat, migrasi digital bukan pilihan tapi keharusan karena faktanya, mau tidak mau, model pembelajaran kita harus beralih ke digital. Seandainya COVID-19 sudah rampung, paling tidak hybrid. Paduan tatap muka dan virtual," ujar Mohammad Nuh.***

Editor: Rendi Mahendra

Sumber: ANTARA Jatim

Tags

Terkini

Terpopuler