Baca Juga: Rekomendasi Lagu dengan Genre Britpop dan Post-Britpop
Sebab menurut mereka (golonngan madzhab hanafi) tidak ada kesaksian wanita dalam urusan jinayat (pidana).
Dibalik itu semua tentu orang yang diperbolehkan menjadi hakim adalah seorang yang dapat diterima kesaksiannya.
Hal ini bersimpangan dengan pemahamam ibnu Jarir At-Thabari. Ia berpendaoat bahwa seorang wanita diperbolehkan menjadi hakim secara mutlak dalam segala urusan.
Baca Juga: 6 Alasan Rambut Sudah Beruban meskipun Masih Remaja, Kalian Wajib tahu
Baca Juga: Mengapa Al Quran Tidak Diturunkan Kepada Orang dari Kedua Kota Ini? Simak Penjelasannya Disini!
Hal ini dikarenakan seorang wanita diperbolehkan menjabat sebagai seorang mufti, maka ia diperbolehkan menjabat sebagai hakim.
Sama halnya dengan Ibnu Hazm yang mengatakan bahw aada sesuatu yang boleh jika seorang wanita menjabat sebagai seorang hakim.
Dari semua pendapat itu menarik kesimpulan bahwasannya jika seorang wanita memiliki syarat-syarat seperti kecerdasan akal, kebijaksanaan ilmu, keadilan dan lain-lainnya dari syarat yang wajib dipenuhi oleh seorang hakim maka ia boleh menjadi hakim dalam urusan-urusan yang kesaksiannya diterima.***