Jelang Pilkada 2020, Ketua KPK Sarankan Setidaknya Paslon Punya Rp65 Miliar, Agar Tak Korupsi

22 Oktober 2020, 12:07 WIB
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan tanggapannya saat mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR di komplek Parlemen, Jakarta, Kamis 25 Juni 2020. Rapat yang diikuti oleh Ketua KPK, PPATK dan BNN tersebut membahas mengenai Rancangan Kerja Anggaran (RKA) K/L dan Rancangan Kerja Pemerintah (RKP) K/L untuk tahun anggaran 2021. /MUHAMMAD ADIMAJA/ /

LINGKAR MADIUN– Tahun 2020 menjadi tahun politik menjelang pilkada. Kasus korupsi pun menjadi sorotan karena di khawatirkan paslon yang terpilih tidak amanah dan merugikan rakyat. 

Firli Bahuri, selaku Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai, korupsi harus disikapi dengan serius.

Jika menilik kebelakang, pada tahun politik yang lalu yakni 2015, 2017, dan 2018, banyak kasus tindak pidana korupsi terungkap.

Baca Juga: Terdapat Penyusup Saat Demostrasi, BEM SI: Mari Kita Rapatkan Barisan

"Kasus korupsi itu terjadi, terbanyak terungkap oleh KPK di saat tahun politik, 2015, 2017, dan 2018," kata Firli dalam Webinar Nasional Pilkada Berintegritas 2020 yang disiarkan melalui Youtube KPK, Selasa 20 Oktober 2020.

Dilansir dari SEPUTAR TANGSEL dalam artikel "Agar Tak Korupsi Setelah Terpilih, Ketua KPK Sarankan Paslon Pilkada Punya Rp65 Miliar" Firli menyebutkan, pada Pilkada 2018 saja KPK telah menangkap 30 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi, dengan 122 tersangka.

"Bahkan 2018 itu tertinggi kasus korupsi yang tertangkap saya harus katakan itu, kasus korupsi tertinggi yang tertangkap karena bisa saja banyak belum tertangkap. Setidaknya 30 kali tertangkap kepala daerah," ungkap Firli.

Baca Juga: Awas Hangus, Segera Cairkan BLT UMKM Rp2,4 Juta di eform.bri.co.id

Firli juga menjelaskan soal pelaksanaan pilkada, ia pun mengungkapkan masalah pendanaan pilkada, yakni adanya kesenjangan (gap) antara biaya pilkada dengan kemampuan harta pasangan calon kepala daerah.

Artinya, total harta pasangan calon kepala daerah tidak mencukupi biaya pilkada.

"Dari hasil penelitian kita, ada gap antara biaya pilkada dengan kemampuan harta calon bahkan dari LHKPN itu minus," tutur Firli.

Baca Juga: Waspada Saat Update Windows 10, Begini Cara Kerja Malware

"Jadi, total hartanya cuma rata-rata Rp18 miliar bahkan ada tidak sampai Rp18 miliar. Jadi, jauh sekali dari biaya yang dibutuhkan saat pilkada," tambahnya.

Berdasarkan survei KPK pada pelaksanaan pilkada 2015, 2017, dan 2018, jelasnya, total harta rata-rata satu pasangan calon adalah Rp18.039.709.967.

Bahkan ada satu pasangan calon yang memiliki harta minus Rp15.172.000.

Baca Juga: Klaim Kotoran Sapi Anti Radiasi, India Produksi Chip Harga Rp 10 Ribu

"Jadi, ini wawancara 'indepth interview' ada yang ngomong Rp5 miliar sampai Rp10 miliar tetapi ada juga yang ngomong kalau mau ideal menang di pilkada itu bupati/wali kota setidaknya punya uang Rp65 miliar. Padahal, punya uang hanya Rp18 miliar, artinya minus. Mau 'nyalon' saja sudah minus," tutur Firli.

Selain itu, ia pun mengungkapkan dari hasil penelitian terdapat 82,3 persen calon kepala daerah dibiayai oleh pihak ketiga atau sponsor.

"Dari mana uangnya? Uangnya dibiayai oleh pihak ketiga dan hasil penelitian kita 82,3 persen, biaya itu dibantu oleh pihak ketiga, 2017 ada 82,6 persen dibantu oleh pihak ketiga, 2018  ada 70,3 persen dibantu oleh pihak ketiga," kata Firli.***(Muhammad Hafid, Seputar Tangsel)

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Sumber: Seputar Tangsel

Tags

Terkini

Terpopuler