Sebelum UNESCO memilih Noken menjadi bagian dari warisan budaya dunia, kelestarian kerjinan tangan Noken ini sempat terancam.
Baca Juga: 10 Fakta Tugu Pahlawan, Ikon Surabaya untuk Peringati Hari Pahlawan
Sejumlah faktor yang mengancam kelestarian Noken meliputi kurangnya kesadaran dari manusia untuk menjaga kelestarian Noken.
Selain itu, faktor lain yang turut berkontribusi adalah berkurangnya jumlah pengrajin Noken, lemahnya penyebaran Noken secara tradisional, persaingan Noken dengan tas buatan pabrik, masalah dalam memperoleh bahan baku tradisional dengan mudah dan cepat, dan pergeseran nilai-nilai budaya Noken.
Tas noken biasanya terbuat dari bahan seperti serat pohon, kulit kayu, atau daun, yang diproses menjadi benang yang kuat dan kemudian diikat atau dianyam menjadi satu.
Baca Juga: 1 Desember Hari AIDS Sedunia, Berikut Fakta tentang HIV dan AIDS
Kerajinan tangan yang rumit ini telah diwariskan dari generasi ke generasi dan menuntut keterampilan, ketelatenan, perawatan yang tepat, dan memiliki nilai artistik. Sehingga, Noken bisa menjadi tas yang tahan lama dan serbaguna.
Biasanya, suku Papua menggunakan Noken untuk mengangkut dan menyimpan barang-barang seperti makanan atau kayu bakar, dan bahkan untuk membawa anak kecil atau hewan.
Di luar penggunaan sehari-hari, Noken secara tradisional juga memenuhi banyak tujuan sosial dan ekonomi.
Baca Juga: Sri Mulyani: Anak Indonesia Bantu Tangani Pandemi Dengan Belajar