Saat Kartini menulis surat-suratnya, ia hanyalah seorang gadis Jawa berusia 21 tahun di sebuah kota kecil di pesisir Jawa. Kartini menjadi perempuan genius pada zamannya.
Baca Juga: Cristiano Ronaldo Diprediksi Absen Lawan Liverpool, Jadi Keuntungan MU Menghitung Taktik
Surat-surat Kartini tersebut kemudian dikumpulkan dan diterbitkan pertama kali oleh J.H Abendanon suami Rosa dalam bahasa Belanda.
Cetakan pertama diterbitkan oleh s-Gravenhage, Van Dorp (1911) dengan judul Door Duisternis Tot Lich dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, bahasa daerah (Sunda, Jawa), serta sejumlah bahasa asing.
Terbitnya surat-surat Kartini, seorang perempuan pribumi sangat menarik perhatian masyarakat Belanda, dan pemikiran-pemikiran Kartini mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap perempuan pribumi di Jawa.
Pemikiran-pemikiran Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya juga menjadi inspirasi bagi tokoh-tokoh kebangkitan nasional Indonesia.***