Khawatir Muncul Klaster Baru, Demo Buruh Penolakan RUU Omnibus Law Tidak Diizinkan Polri

- 4 Oktober 2020, 22:59 WIB
Ilustrasi Aksi Penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Ilustrasi Aksi Penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja /RRI/

LINGKAR MADIUN – Beredar kabar beberapa organisasi buruh berencana kembali melakukan aksi unjuk rasa dan mogok nasional pada tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020. Aksi tersebut dilakukan sebagai tanda penolakan atas pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja (Ciptaker).

Menanggapi hal tersebut Polda Metro Jaya secara tegas menyatakan pihaknya tidak akan memberikan izin demo selama pandemi Covid-19.Mengingat kasus Covid-19 di Jakarta masih terbilang tinggi.

"Kemarin sudah saya sampaikan, Polri tidak akan pernah mengeluarkan izin untuk melaksanakan kegiatan demo," demikian Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus , Minggu (4/10) sebagaimana dikutip Tim Lingkar Madiun dari RRI.

Baca Juga: Belimbing Karangsari Blitar, Berkualitas Premium dan Diincar 16 Negara

Baca Juga: Kak Seto Berbagi Tips Mendampingi Anak di Masa Pandemi

Menurut Yusri, kebijakan tersebut tidak hanya diberlakukan pada demonstrasi. Melainkan aparat kepolisian juga tidak akan memberikan izin keramaian dalam bentuk apapun selama angka kasus baru covid masih cukup tinggi, sebab dikhawatirkan dapat memicu adanya klaster baru.

Senada dengan Polda Metro Jaya, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) menolak untuk ikut-ikutan aksi dan mogok besar-besaran buruh. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Elly Rosita Silaban selaku Presiden KSBSI.

Elly menyebutkan perbedaan keputusan dengan buruh lainnya ini diambil karena ia tidak ingin anggotanya terpapar Covid-19, melihat  aksi tersebut  rencananya akan digelar di berbagai daerah dan di depan Gedung MPR, DPR, DPD RI .

Baca Juga: Kelola Keuanganmu di Usia 20-an Agar Tetap Aman Habis Gajian, Simak Caranya

Baca Juga: Wow, Presiden Jokowi Tambah Dua Wakil Menteri, Kementerian Apa? Siapa yang Akan dapat Jatah?

"Situasi saat ini yang masih berstatus pandemi Covid-19. Sehingga sangat dikhawatirkan akan menjadi klaster penyebaran baru," jelasnya.

Selain itu,Elly  juga berpandangan bahwa aksi mogok nasional justru merugikan buruh. Di mana buruh akan semakin banyak terancam di-PHK (penutusan hubungan kerja) setelah aksi mogok 3 hari tersebut. 

"Sudah banyak buruh kehilangan pekerjaan. Karenanya, saya yakin buruh pun ketakutan kehilangan pekerjaan pasca mogok 3 hari," urainya.

Di sisi lain pakar kesehatan masyarakat, Prof dr Hasbullah Thabrany mengingatkan agar masyarakat disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Tak terkecuali kepada para buruh yang ingin melakukan aksi besar-besaran. Sebab kesadaran masyarakat menjadi kunci utama negara ini bisa segera pulih dari pandemi.

Baca Juga: Beredar Kabar Jokowi Tambah Wakil Menteri Baru, Menteri Pratikno Akhirnya Buka Suara

Baca Juga: Khofifah : Operasi Yustisi Efektif Turunkan Kasus Covid-19 di Jawa Timur

“Pembatasan sosial dari pemerintah tidak akan ada gunanya ketika tidak diimplementasikan dengan baik di lapangan, hingga kemudian masyarakat juga tidak patuh pada protokol kesehatan,” terangnya.

Sementara itu dilansir dari PRFM News,sehari sebelumnya, Said Iqbal selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyebutkan unjuk rasa  penolakan  RUU Omnibus Law Cipta Kerja akan digelar di lingkungan perusahaan dan pabrik masing-masing secara serentak di seluruh Indonesia, dengan melibatkan sekitar 2 juta buruh.

"Jadi sebenarnya ini unjuk rasa, bukan mogok kerja, akan dilakukan serempak di seluruh Indonesia, dengan dasar hukumnya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum," jelasnya.

Ia mengatakan aksi besar-besaran dilakukan di daerah masing-masing sebagai upaya untuk menghindari penyebaran wabah Covid-19. Adapun pihaknya juga  sudah mengirimkan surat izin kepada kepolisian resor (polres) masing-masing daerah.***

 

 

 

 

 

Editor: Yeha Regina Citra Mahardika

Sumber: RRI PRFM News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah