Presiden Buruh Dipanggil Jokowi ke Istana Jelang Pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja

- 6 Oktober 2020, 08:00 WIB
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nuwa Wea (kiri) dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (Ilustrasi)
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nuwa Wea (kiri) dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (Ilustrasi) /Antara/Bayu Prasetyo

LINGKAR MADIUN – Pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan dua pentolan buruh menjadi sorotan publik.

Pimpinan dua organisasi itu dipanggil Jokowi kes Istana jelang pengesahan RRU Ominbus Law Cipta Kerja di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senin 5 Oktober 2020.

Saat dikonfirmasi awak media, Andi Gani mengaku dihubungi untuk bertemu langsung Presiden Jokowi.

Baca Juga: Drama Rapat Paripurna Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, Puan Matikan Mik, Demokrat Walkout

Baca Juga: Pendaftaran Prakerja Gelombang 11, Begini Jawaban Resminya

Tadi malam (dihubungi)," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gadi Nena Wae.

Andi tak sendirian, ia memenuhi panggilan itu bersama Presiden Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal.

Sekitar pukul 13.45 WIB, Andi Gani dan Said Iqbal tampak hadir di lingkungan Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta. Mereka kemudian masuk ke Istana melaui jalur samping.

Sementara itu, di saat yang bersamaan Dewan Perwakilan Rakyat tengah membahas finalisasi RUU Cipta Kerja. Paripurna untuk mengesahkan Omnibus Law tersebut.

Sebelumnya Said Iqbal menyebut pemerintah dan Badan Legislasi DPR telah mengurangi nilai pesangon pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari yang awalnya sebanyak 32 bulan upah menjadi tinggal 25 bulan saja.

Dikutip dari GalaMedia dalam artikel Jelang RUU Omnibus Law Cipta Kerja Disahka, Dua Bos Buruh Dipanggil Jokowi ke Istana, Said merinci dari 25 bulan upah, sebanyak 19 bulan upah akan dibayar oleh pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan. Atas dasar itulah, pihaknya menolak keras keputusan itu.

"Dari mana BPJS mendapatkan sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 19 bulan upah dibayar pengusaha dan 6 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan, tidak masuk akal," ungkap Said dalam pernyataannya dikutip Senin 5 Oktober 2020.

Tak hanya soal pesangon, Said mengatakan pihaknya juga menolak beberapa poin yang diatur dalam RUU Cipta Kerja. Poin pertama menyangkut  formula penetapan upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan penghapusan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK) dalam RUU Cipta Kerja.

Menurutnya, UMK tidak perlu bersyarat dan UMSK harus tetap ada.

“Tidak adil jika sektor otomotif seperti Toyota, Astra dan lain-lain atau sektor pertambangan seperti Freeport dan lain-lain, nilai UMK nya sama dengan perusahaan baju atau perusahaan kerupuk. Oleh karena itu di seluruh dunia ada upah minimum sektoral yang berlaku sesuai nilai kontribusi masing-masing industri terhadap produk domestik bruto (PDB)," papar Said.

Poin kedua,  soal perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Said bilang pihaknya menolak jika buruh termasuk outsourcing diberikan kontrak seumur hidup.*** (Dicky Aditya/Galamedia)

Editor: Rendi Mahendra

Sumber: Galamedia


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah