92 Tahun, Museum Ini Menjadi Saksi Bisu Sumpah Pemuda, Simak Ulasannya Berikut Ini

- 28 Oktober 2020, 15:55 WIB
Peserta Pencetus Sumpah Pemuda di Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928.
Peserta Pencetus Sumpah Pemuda di Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928. /kemdikbud.go.id

LINGKAR MADIUN- 28 Oktober, yang bertepatan pada hari ini tepat biasa diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda. Menjadi salah satu tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia, peran pemuda sangat luar biasa hingga mendeklarasikan Sumpah Pemuda.

Deklarasikan ini terjadi di Jalan Kramat Nomor 106, Jakarta Pusat. Awalnya gedung ini dikenal dengan nama Gedung Kramat Raya 106. 

92 tahun telah berlalu, gedung ini pun menjadi saksi bisu atas pembacaan ikrar ratusan pemuda di Indonesia. Di gedung seluas 1.285 meter persegi ini, para pemuda Indonesia berdiskusi terkait format perjuangan hingga merumuskan apa yang kita sekarang kenal sebagai Sumpah Pemuda.

Baca Juga: Sejarah Singkat Maulid Nabi Muhammad SAW, Simak Ulasannya Berikut Ini

Mulai berfungsi sejak sekitar awal abad ke-20, gedung ini awalanya adalah rumah seseorang bernama Sie Kong Tiang. Pada tahun 1908, gedung itu disewakan bagi pemuda dan pelajar, sehingga memberi jalan bagi kemajuan pergerakan pemuda Indonesia.

Awal tahun 1900-an, muncul gelombang elite terpelajar di Indonesia. Mereka kemudian membentuk berbagai organisasi kepemudaan yang banyak dibentuk berdasarkan identitas etnis, seperti Jong Celebes (Sulawesi), Jong Ambon (Ambon), Jong Java (pemuda Jawa), Jong Sumatranen Bond (Sumatera), dan Pemuda Kaum Betawi. 

Anggota dari organisasi tersebut bersekolah di kota-kota besar di Jawa. Banyak dari sekolah-sekolah tersebut yang menyediakan asrama. Namun, karena jumlah pelajar semakin meningkat, asrama pun tak cukup lagi mengakomodasi semua pelajar.

Baca Juga: Inilah Bahasa Cinta Im Siwan dan Shin Se Kyung, Simak Ulasannya Berikut Ini

Pad akhirnya, sebagian dari mereka harus tinggal di rumah kos. Salah satu gedung yang menyediakan jasa tersebut, tak lain adalah Kramat Raya 106 yang kala itu dikenal dengan sebutan Commensalen Huis. 

Sejak 1908, Kramat Raya 106 telah dihuni oleh pemuda dan mahasiswa dari sekolah kedokteran School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (Stovia) dan sekolah hukum Rechtsschool (RS). 

Pada tahun 1925, anggota dari organisasi Jong Java mulai tinggal di rumah kos tersebut. Organisasi pemuda lainnya mulai mengikuti jejak Jong Java.

Baca Juga: Hendak Berwisata, Seorang Santri Tewas Terseret Air Terjun

Pada tahun 1926, Jong Sumatranen Bond, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain-lain mulai menghuni gedung tersebut. Mereka pun sering melakukan diskusi bersama. 

Tempat ini pun menjadi wadah untuk Soekarno, Algemeene Studie Club dari Bandung, dan para pemuda lain yang tinggal di gedung untuk membicarakan format perjuangan. Selain digunakan sebagai tempat diskusi politik, gedung ini juga dipergunakan sebagai lokasi latihan kesenian Langen Siswo.

Diskusi-diskusi tersebut kemudian menumbuhkan keinginan untuk membentuk perhimpunan bersama. Terbentuklah Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI) pada September 1926, ldi gedung tersebut. 

Baca Juga: Daftar Bantuan UMKM Facebook, Klik Link https://www.facebook.com/business/small-business/grants

PPPI menjadikan Kramat Raya 106 sebagai sekretariatnya.  Tidak hanya itu, majalah terbitan PPPI, Indonesia Raja, juga berlokasi di rumah tinggal bersama tersebut.

Pemuda Indonesia melebur dan bersama-sama melakukan diskusi terkait kemerdekaan Indonesia di sana. Pada tahun 1927, gedung itu pun beralih nama menjadi Indonesische Clubhuis atau Clubgebouw yang berarti gedung pertemuan.

Setelah peristiwa Kongres tersebut, gedung itu pun mulai beralih fungsi. Pada tahun 1934, gedung itu digunakan sebagai tempat tinggal oleh Pang Tjem Tjam. Ia tinggal di sana hingga tahun 1937.

Baca Juga: Formasi Rekrutmen CPNS di Tahun 2021 Lebih Banyak dari 2020? Simak Penjelasannya

Pada 1937, gedung tersebut disewakan kepada orang lain, yakni Loh Jing Tjoe. Ia menggunakan bangunan itu sebagai toko bunga hingga tahun 1948.  Pada tahun 1948-1951, gedung itu difungsikan sebagai hotel yang dikenal dengan nama Hotel Hersia.

Pada tahun 1951, gedung tersebut digunakan untuk kepentingan negara, yakni sebagai kantor dan mes Inspektorat Bea dan Cukai. Akhirnya, pada tahun 1973, gedung itu dipugar dan dijadikan Museum Gedung Sumpah Pemuda untuk mengenang peristiwa pembacaan Sumpah Pemuda.

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Sumber: RRI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x