Pergulatan Akademik Kembali Hebohkan Jagad Keilmuan di Indonesia yang Ingin Intergrasikan 2 Keilmuan Ini

- 16 Oktober 2021, 13:00 WIB
Ilustrasi diskusi ilmiah/pixabay
Ilustrasi diskusi ilmiah/pixabay /

LINGKAR MADIUN- Pergulatan akademik kembali menghebohkan jagad keilmuan di Indonesia. Kehebohan tersebut bertumpu pada integrasi keilmuan antara Sains dan Agama.

Dari beberapa pakar saling menyusun argumentasinya terkait integrasi keilmuan tersebut.

Baru-baru ini tampil seorang cendekiawan Prof. Amin Abdullah Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Ia sering menyuarakan terkait Integrasi Keilmuan.

Dilansir dari Jurnal Istudi Islam Profetika bahwa prof Amin berpedapat,bahwa konsep integrasi-interkoneksi yang merupakan upaya untuk menghindari pandangan dikotomis dari ilmu dan agama (khususnya Islam-ilmu) dan dalam pandangan epistemologi, konsep ini mencoba menawarkan kembali semua disiplin ilmu sehingga ada dialogisasi, komunikasi, sinergitas, dan hubungan saling membantu. Jadi terdapat hubungan antara ilmu ( sains ) dengan Agama.

Baca Juga: Polisi Ungkap Penusukan Fatal Terhadap Anggota Parlemen Inggris David Amess Dinyatakan Insiden Teroris

Baca Juga: 7 Perubahan Tubuh Anda Setelah Meninggal Dunia, Salah Satunya Kentut Keluar Dari Semua Lubang

Sebelumnya,  Hubungan antara agama dan ilmu pengetahuan tampaknya menjadi pandangan dikotomis.

 Keduanya ibarat minyak dan air, dua entitas yang tidak bisa bersatu kembali dan dipisahkan. Karena “sengketa ini” ilmu pengetahuan mencoba merangkul konsep-konsep agama dan etika agar ilmu pengetahuan-teknologi memiliki nuansa yang manusiawi.

Konflik antara keduanya memaksa kaum Muslim intelektual membuat “jembatan epistemologi” untuk mendamaikan sains dan agama.

Selain itu, Guru besar filsafat Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, Prof Dr Mulyadhi Kartanegara dalam seminarnya di Uinjkt, seperti dilansir Lingkar Madiun dari UIN Jakartai, integrasi keilmuan antara ilmu pengetahuan barat modern dengan ilmu pengetahuan agama tidak bisa dicapai hanya dengan menyatukan dua kelompok ilmu (sekuler dan agama).

Sebab, keduanya memiliki perbedaan basis teori.

Baca Juga: Brentford vs Chelsea: 2 Pemain Andalan The Blues Diragukan, Werner dan Lukaku Gacor Saat Jeda Internasional

Baca Juga: Lembaga Riset Beberkan Utang Terselubung Indonesia ke China Mencapai Rp 246 T

Untuk mengintegrasikan ilmu sekuler dan agama, lanjut Mulyadhi, keduanya harus diangkat ke tingkat epistemologis.

Untuk mencapai tingkat ini, integrasi harus berurusan dengan beberapa aspek atau tingkatan: ontologis, epistemologis, dan metodologis.

"Diketahui, ilmu pengetahuan modern Barat melemahkan status ilmiah ilmu pengetahuan agama. Ketika berhadapan dengan benda-benda metafisik, ilmuwan modern mengkritik tidak ilmiah terhadap ilmu agama, karena ilmu dapat dianggap sebagai ilmiah hanya jika objeknya dapat diempiriskan, katanya.

Mulyadhi menjelaskan, di dunia Muslim, dikotomi pengetahuan, juga menyebabkan beberapa Muslim menganggap ilmu sekuler sebagai bid’ah (sesat) atau bahkan haram, karena orang-orang tak beragama (kafir) yang menciptakannya.

Baca Juga: Polisi Ungkap Penusukan Fatal Terhadap Anggota Parlemen Inggris David Amess Dinyatakan Insiden Teroris

Baca Juga: 7 Perubahan Tubuh Anda Setelah Meninggal Dunia, Salah Satunya Kentut Keluar Dari Semua Lubang

"Dikotomi inilah yang menciptakan disintegrasi pada tingkat klasifikasi pengetahuan, oleh karena itu, kita harus serius membangun dan menciptakan integrasi holistik dan sistematis agar integrasi antara ilmu-ilmu dapat tercipta, ujarnya.

Pandangan dikotomi itu, lanjutnya, telah menciptakan penyimpangan pandangan tentang sumber pengetahuan. Para pendukung ilmu-ilmu agama hanya mengakui keabsahan sumber ilahi, seperti kitab dan tradisi Nabi (hadits).

Sebaliknya, para ilmuwan sekuler berlaku hanya mempertimbangkan informasi yang diperoleh dari persepsi akal atau dunia empiris.

Baca Juga: Brentford vs Chelsea: 2 Pemain Andalan The Blues Diragukan, Werner dan Lukaku Gacor Saat Jeda Internasional

Baca Juga: Lembaga Riset Beberkan Utang Terselubung Indonesia ke China Mencapai Rp 246 T

Menurut Mulyadhi dikotomi antara ilmu-ilmu agama dan sekuler itulah yang melahirkan permasalahan, yaitu disintegrasi terhadap klasifikasi pengetahuan.

"Karena itu kita harus mengetahui pengetahuan secara luas tidak terbatas pada satu bidang, namun mampu mengetahui terhadap pengetahuan kekinian (modern) tanpa meninggalkan konteks lokal dan nilai ketuhanan," tambahnya.***

Editor: Khoirul Ma’ruf


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x