Indonesia Terdesak Resesi Ekonomi, DPR RI: BI Jangan Bebani APBN!

- 29 September 2020, 09:33 WIB
Sejumlah pegawai melintasi lobi gedung Bank Indonesia di Jakarta.
Sejumlah pegawai melintasi lobi gedung Bank Indonesia di Jakarta. /ANTARA/Puspa Perwitasari

Belum lagi dengan ancaman resesi yang menghantui perekonomian, mengingat Menkeu memproyeksi pertumbuhan ekononomi Kuartal III-2020 minus 2,9 persen. 

“Perlu ada alternatif yang bisa dilakukan dengan potensi yang dimiliki Bank Indonesia, kalau gagasan cetak uang ditolak, maka apa gagasan lain yang bisa menyediakan dana untuk negara, untuk pembangunan misalnya. Apakah menggunakan e-Rupiah, atau kalau perlu kita rubah regulasinya untuk memperkuat kapasitas keuangan negara dalam melanjutkan pembangunan di berbagai sektor,” tambah Dolfie.

Senada, Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun juga menyampaikan bahwa berdasarkan skenario burden sharing yang sudah dilakukan, ternyata BI juga menyerap segala risiko moneter dan fiskal yang berlangsung.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Selasa, 29 September 2020, Cancer: Tak Ada yang Perlu Dicemaskan Hari Ini

“Ke depannya, potensi penerimaan BI yang sebesar Rp 21 triliun akan mengalami shortfall, ini risiko secara institusional berarti akan terjadi offside dimana tahun ini akan mengalami surplus dan tahun depan akan defisit yang sangat besar 21 triliun,” jelas politisi Partai Golkar tersebut.

Lanjut Misbakhun, jangan sampai skenario burden sharing itu kemudian memperlemah posisi kelembagaan bank sentral yang akan mempengaruhi kredibilitasnya secara kelembagaan.

Untuk itu, dari skema yang sudah dipaparkan baik meliputi pelonggaran GWM, tambahan likuiditas (Quantitative Easing/QE) mencapai Rp 662,1 triliun, hingga burden sharing ternyata belum terserap dengan baik maka diperlukan langkah antisipasi.

“Kita harus lakukan upaya yang serius, jika langkahnya dengan dengan menggeser ke tahun 2021 apakah tidak dilakukan optimalisasi saja di tahun ini supaya bisa menutup defisit ketika penerimaan pajak kita tidak optimal. Sampai sekarang penerimaan pajak kita masih sekitar 53 persen dari Rp 1190,8 triliun. Artinya, potensi pelebaran defisit akan makin terbuka ketika realisasi burden sharing tidak maksimal dan penerimaan pajaknya tidak optimal,” jelas Misbakhun.

Menjawab hal itu, Gubernur BI Pery Warjiyo menilai perbaikan ekonomi pada kuartal ketiga sudah terlihat meski berjalan lambat, yang dapat dilihat dari indeks manufaktur atau Purchasing Manager Index (PMI) yang mulai membaik seiring dengan peningkatkan ekspor nonmigas.

Untuk itu Pemerintah tetap mengucurkan stimulus keuangan bagi sektor ekonomi terdampak agar tidak menyebabkan penurunan ekonomi yang lebih tajam. 

Halaman:

Editor: Rendi Mahendra

Sumber: DPR RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x