Misteri Harta Karun Nusantara Ternyata Ada Dibalik Perjanjian Konyol Dua Negara! Begini Kisahnya

18 Februari 2021, 19:39 WIB
Ilustrasi Peti Harta Karun /Pixabay/

LINGKAR MADIUN- Bung Karno adalah pahlawan nasional Indonesia yang sangat berjasa dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Bung Karno banyak dikagumi karena kecakapannya dalam memimpin Indonesia dan kepandaiannya dalam berdiplomasi.

Maka, tak heran banyak orang yang masih mengenang Bung Karno hingga kini. Bung Karno dikenang juga karena karismanya. Selain itu, Bung Karno termasuk sosok yang unik, banyak sisi lain dari Bung Karno yang masih menjadi misteri hingga kini, salah satunya adalah harta Bung Karno yang dipercaya sangat berlimpah.

Baca Juga: 4 Pesona Alam Destinasi Wisata Papua, Surga Kecil dari Indonesia Timur

Sayangnya, harta tersebut raib entah kemana. Ada sebuah perjanjian penting yang dibuat Presiden pertama RI yaitu Ir.Soekarno dan Presiden Amerika Serikat John F Kennedy.

Konon, penembakan John F kennedy pada November 1963 yang membuatnya tewas secara tragis lantaran menanda tangani perjanjian tersebut.

Baca Juga: 7 Manfaat Kesehatan Aloevera, Salah Satunya Mencegah Penuaan Dini

Konon juga penggulingan presiden Soekarno dari kursi kepresidenan dilakukan oleh jaringan intelegen AS disponsori komplotan zionist internasional yang tidak mau AS bangkrut dan hancur karena harus mematuhi mematuhi perjanjian tersebut dan tidak rela melihat Indonesia justru menjadi kuat secara ekonom disamping, modal sumber daya alam yang semakin menunjang kekuatan ekonomi Indonesia.

Selain itu, ada beberapa tujuan lain yang harus dilaksanakan sesuai agenda zionist internasional, perjanjian tersebut biasa disebut sebagai salah satu Dana Revolusi atau harta amanah bangsa Indonesia.

Baca Juga: BMKG Juanda Keluarkan Info Peringatan Dini Cuaca Ekstrem 3 Hari di Jawa Timur

Dana Revolusi adalah harta (emas) seluruh raja-raja nusantara yang disumbangkan sebagai aset mereka untuk membantu perjuangan.

Sejak zaman Presiden Soeharto hingga presiden Megawati cukup giat menelisik keberadaannya dalam upaya mencairkannya.

Perjanjian The Green Hilton Agreemen resmi ditanda tangani pada 21 November 1963 di Hotel Hilton Genewa oleh Presiden AS John F Kennedy beberapa hari sebelum dia terbunuh dan Presiden Soekarno dengan saksi tokoh negara Swiss William Vouker.

Baca Juga: Mudahkan Testing, Pemprov Jatim Terima Bantuan 10 Ribu Alat Rapid Tes Antigen dari IKA ITB

Perjanjian tersusun dalam MOU antara Republik Indonesia dan Amerika Serikat tiga tahun sebelumnya. Point penting perjanjian tersebut, pemerintah AS selaku pimpinan pertama mengakui bahwa 50 % keberadaan emas murni batangan milik Indonesia yaitu sebanyak 57.150 ton dalam kemasan 17 paket emas.

Sementara itu,pemerintah Indonesia selaku pihak kedua menerima batangan emas tersebut dalam bentuk biaya sewa penggunaan koloteral dolar yang bersifat sewa sebesar 2,5 persen setiap tahun bagi siapa atau bagi negara mana saja yang menggunakannya.

Baca Juga: Tanggapi Kudeta Myanmar, Indonesia Kumpulkan Anggota ASEAN untuk Bahas Solusi Terbaiknya

Biaya pembayaran sewa koloteral yang 2,5 persen dibayarkan pada sebuah akun khusus atas nama The Heritage Foundation yang pencairannya hanya boleh dilakukan oleh Bung Karno sendiri.

Berikut sepenggal kalimat penting dalam perjanjian tersebut!

“Mempertimbangkan pernyataan ini, yang ditulis dan ditanda tangani di November, 21 1963 sementara sertifikat baru itu berlaku pada tahun 1965 semua kepemilikan, maka total volume berikut baru saja diperoleh.”

Perjanjian hitam di atas putih tersebut berkepala surat lambang garuda bertinta emas dibagian atasnya.

Ada pandangan khusus para ekonom, AS dapat menjadi negara kaya raya karena dijamin hartanya oleh rakyat Indonesia yakni 57.150 ton emas murni milik para raja di nusantara.

Baca Juga: PPKM Mikro di Madiun, Wali Kota: Sukses Turunkan Kasus, Tidak Ada RT Berzona Merah dan Oranye

Pandangan tersebut melahirkan opini bahwa negara AS memang berhutang banyak pada Indonesia, karena harta tersebut bukanlah milik pemerintah AS dan bukan pula milik negara Indonesia, melainkan harta raja-raja nusantara bangsa Indonesia.

Bagi bangsa Amerika Serikat sendiri perjanjian The Green Hilton Agreemen merupakan perjanjian yang konyol yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat, karena dalam perjanjian tersebut AS mengakui aset emas bangsa Indonesia.

Kabar penjarahan emas batang oleh pasukan AS untuk modal membangun kembali perekonomian yang sedang terpuruk pada perang dunia kedua akhirnya didengar oleh Presiden Soekarno.

Presiden Soekarno langsung merespon lewat jalur rahasia diplomatik untuk memperoleh harta karun tersebut dengan mengutus beberapa tokoh negara meskipun peluang untuk mendapatkan harta karun itu kembali sangatlah kecil.

Baca Juga: Mekanisme Rekrutmen Guru Honorer PPPK: Gaji dan Tunjangan Akan Mendapat Kesetaraan, Simak Penjelasannya Disini

Pihak AS dan beberapa negara sekutu saat itu selalu berdalih jika perang dunia masuk dalam kategori Force Majeur yang artinya tidak ada kewajiban pengembalian harta tersebut oleh pihak pemenang perang.

Namun, dengan kekuatan diplomasi Bung Karno akhirnya berhasil meyakinkan para petinggi AS dan Eropa jika aset harta karun yang diakusisi oleh AS berasal dari Indonesia dan milik rakyat Indonesia.

Bung Karno menyodorkan fakta-fakta bahwa ahli waris dari harta yang dikategorikan menjadi Force Majeur masih hidup.

Salah satu klausul dalam perjanjian The Green Hilton Agreemen adalah membaginya separo-separo (50 % dan 50 %)  antara pemerintah Indonesia dan AS beserta sekutu.***

 

Editor: Yeha Regina Citra Mahardika

Sumber: YouTube Pena Media

Tags

Terkini

Terpopuler