Sylvani Kecam Keras Vanuatu untuk Tak Sok Tahu Soal Urusan Negara Lain

27 September 2020, 19:30 WIB
Diplomat Indonesia di PBB, Silvany Austin Pasaribu. /Tangkap Layar UN Web TV/

LINGKAR MADIUN - Indonesia menjawab telak tuduhan Perdana Menteri Vanuatu Bob Loughman, pada sesi Debat Umum dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) ke-75, yang mengatakan pelanggaran HAM di wilayah Papua Barat semakin meluas.

"Pelanggaran HAM di sekitar kita telah terjadi secara meluas dan sepertinya dunia mengambil langkah selektif dalam penanganan pelanggaran ini di wilayah kita. Warga di Papua Barat terus menderita atas kekerasan HAM yang terjadi," ujar Loughman dalam rekaman pidato dilansir dari RRI, Sabtu 26 September 2020.

Baca Juga: Valentino Rossi Tertarik Sirkuit Mandalika Moto GP Indonesia 2021

Baca Juga: 5 Film Mengenai G30S PKI, Salah Satunya Film Dokumenter Pengakuan dari Algojo

Tidak berhenti disitu, Loughman menyebut dalam Forum Kepulauan Pasifik tahun lalu, para anggota mendesak Indonesia untuk memberikan izin kepada komisioner HAM PBB masuk ke wilayah Papua Barat.

"Karena itu saya meminta kepada Pemerintah Indonesia untuk melakukan apa yang diminta dalam pertemuan Para Pemimpin Pasifik sebelumnya," imbuhnya.

Baca Juga: Karyawan Bebas Wajib Pajak PPh 21, Dirjen Pajak RI: Uangnya untuk Belanja!

Namun, di hari yang sama Indonesia melalui diplomat Perutusan Tetap RI (PTRI) New York, Sylvany Austin, menyatakan keberatan atas pernyataan Perdana Menteri Loughman itu.

Seakan menampar Vanuatu, Sylvany malah mempertanyakan kembali atas posisi Vanuatu yang mengkritik integritas Pemerintah Indonesia.

"Sungguh memalukan bahwa negara tunggal ini terus memiliki obsesi yang berlebihan dan tidak sehat tentang bagaimana seharusnya Indonesia bertindak atau memerintah dirinya sendiri.Terus terang, saya bingung bagaimana mungkin suatu negara mencoba untuk mengajar orang lain, tetapi tidak memahami inti dari prinsip-prinsip dasar Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa," ucap Sylvani.

Baca Juga: Waduh, Wakil Ketua DPRD Tegal Konser Dangdut, Kapolsek Tegal Dicopot

Di hadapan para anggota PBB lainnya, diplomat perempuan Indonesia itu kembali mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo pada pidato SMU PBB ke-75, terkait pentingnya menghormati kedaulatan negara lain.

"Presiden Indonesia menyatakan beberapa hari yang lalu di Balai Besar PBB ini dan saya kutip 'Kita harus mengedepankan pendekatan win-win yang akan menjadi hiasan di antara negara adalah keuntungan yang sama.' Memang seruan seperti itu digaungkan oleh para pemimpin dunia sepanjang minggu yang penting ini. Tetapi negara cuek ini memilih yang sebaliknya," tegasnya.

Dikatakan, Vanuatu tidak memahami prinsip-prinsip Piagam PBB yang secara jelas menetapkan penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah, sehingga penting bagi Indonesia untuk melakukan pembelaan terhadap segala bentuk advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian hak asasi manusia yang dibuat-buat.

Baca Juga: Login www.prakerja.go.id, Besok Terakhir Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 10

"Provinsi Papua dan Papua Barat adalah wilayah Indonesia yang tidak dapat ditarik kembali sejak 1945. Hal itu juga telah didukung dengan tegas oleh PBB dan Komunitas Internasional beberapa dekade yang lalu. Ini final. Tidak dapat diubah dan permanen," terang Sylvany.

Menurut Sylvany, atas prinsip-prinsip itu sudah saatnya Vanuatu berhenti seolah-seolah menjadi representasi rakyat Papua.

"Biar saya beritahu mereka, Anda bukan representasi dari orang Papua dan berhentilah berfantasi menjadi representasi itu. Sejak dulu, kami semua berperan penting dalam pembangunan Indonesia termasuk di Pulau Papua," ungkapnya.

Baca Juga: Cara Daftar Online Kartu Prakerja, Gelombang 10 Tersisa 200 Ribu Kuota

Ditambahkan Sylvany dalam catatan Indonesia, Vanuatu bahkan belum menandatangani Konvensi Internasional tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial dan perjanjian internasional lainnya, yang justru telah ditandatangani dan didukung penuh oleh Indonesia. 

"Dan, bagaimana orang bisa berbicara tentang mempromosikan hak-hak masyarakat adat? Ketika negara itu bahkan tidak menandatangani Perjanjian Internasional tentang hak-hak ekonomi dan sosial budaya. Instrumen inti hak asasi manusia hal ini justru menimbulkan pertanyaan, apakah mereka benar-benar peduli dengan kepedulian masyarakat adat? Kami menyerukan kepada pemerintah pada satu bagian dari satu atau dua, untuk memenuhi tanggung jawab hak asasi manusia Anda kepada rakyat Anda dan kepada dunia," pungkasnya.

Baca Juga: Korea Selatan Siap Genjatan Senjata, Gegera Pegawainya Dibakar Militer Korut

Vanuatu telah memanfaatkan SMU PBB kedua kalinya, untuk mengkritik Pemerintah Indonesia atas tindakan yang disebut telah melanggar HAM warga Papua Barat.

Sebelumnya, Vanuatu juga melakukan hal serupa dalam SMU PBB ke-74 tahun lalu.*** (Retno Mandasari/RRI)

Editor: Rendi Mahendra

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler