Inilah Beberapa Hal yang Membuat Bulan Suro Dianggap Sakral, Simak Begini Ulasannya

- 7 Agustus 2021, 18:15 WIB
Ilustrasi malam satu suro. Simak! Inilah Beberapa Kejadian yang Membuat Bulan Suro Dianggap Sakral.
Ilustrasi malam satu suro. Simak! Inilah Beberapa Kejadian yang Membuat Bulan Suro Dianggap Sakral. /Pexels

LINGKAR MADIUN - Masyarakat Indonesia memiliki anggapan sakral atau keramat pada setiap bulan Suro atau Muharram.

Berbagai tradisi peringatan turut membudaya di masyarakat. Khususnya di Pulau Jawa.

Namun, anggapan sakral itu dimungkinkan karena ada rentetan kejadian besar di masa lalu.

Baca Juga: Belum Lama Bebas, Jerinx Kembali Jadi Tersangka Dengan Kasus Berbeda

Sebagaimana dikutip lingkarmadiun.pikiran-rakyat.com dalam Buku Misteri Bulan Suro Perspekti Islam Jawa karya K.H. Muhammad Solikhin terbitan 2010.

Terdapat berbagai sebab bulan Muharram disakralkan sebagian masyarakat Indonesia, di antaranya yang paling utama berikut ini:

1. Secara teologis religius, bulan Muharram termasuk salah satu dari bulan yang dimuliakan Allah SWT.

Baca Juga: Tunaikanlah Sholat! Ini Pengaruh Sholat pada Saraf Otonom, Turunkan Risiko Penyakit Kardiovaskuler

2. Rasulullah Muhammad SAW menyatakan bulan Muharram sebagai 'bulan para Nabi'.

Rasulullah juga memuliakan bulan tersebut, terutama pada tanggal 10 atau satu hari sebelum atau sesudahnya.

Di mana menganjurkan berpuasa serta memperbanyak sedekah.

3. Dari sudut pandangan semi historis, bulan Muharram pada tanggal 10 merupakan peringatan hari pertama bagi dunia baru.

Baca Juga: Banyak Baleho Puan Maharani Maju Pilpres 2024, Deny Darko : Tepat atau Terlambat?

Setelah terjadi bencana banjir bandang dan topan badai pada zaman Nabi Nuh. Tepatnya pada 8 Muharram, perahu Nabi Nuh merapat di bukit Judi, Gunung Ararat di Turki.

Kemudian pada 10 Muharram Nabi Nuh bersama pengikutnya yang selamat turun dari perahu, memulai kehidupan di dunia yang baru.

4. Pada 1 Muharram merupakan awal ekspedisi hijrah Nabi Muhammad dari Makkah menuju Madinah. Memang Rasulullah melakukan hijrah baru dua bulan berikutnya.

Tercatat Rasulullah pada 12 Rabi'ul Awal tahun 1 Hijriah baru memasuki Madinah. Setelah hampir 12 hari menempuh perjalanan di malam hari.

Baca Juga: Ramalan Langit Terbelah Mbak You Kini Nyata Terjadi di Pacitan! Begini Penampakannya

5. Bulan Muharram, atas prakarsa Sultan Agung menjadi bulan awal tahun baru bersama-sama antara Islam dan Jawa.

Juga terdapat keyakinan di sebagian masyarakat Jawa, bahwa bulan Muharram adalah bulan kedatangan Aji Saka di tanah Jawa (masa Hindu).

Yakni membebaskan Jawa dari cengkeraman makhluk-makhluk raksasa (banul jan) yang menjajah manusia generasi pendahulu Aji Saka.

Selain itu, bulan tersebut juga diyakini sebagai bulan kelahiran huruf Jawa.

Baca Juga: Viral Elsa dan Ricky Ditangkap Polisi, Fans Ikatan Cinta Adakan Tasyakuran

6. Bagi masyarakat di pulau-pulau sebelah selatan Indonesia,
terdapat keyakinan tentang kaitan sakral antara bulan Muharram dengan ratu atau penguasa laut selatan, atau yang lebih dikenal sebagai Ratu Kidul.

Baca Juga: Ayahanda Berpulang, Andi Arsyil: Terima Kasih Engkau Sudah Membesarkan Kami Dengan Baik

7. Pada tanggal 10 Muharram atau Asuro, dalam sejarah Islam pernah terjadi peristiwa yang sangat mengharukan umat Islam.

Di mana terjadi peristiwa pembantaian terhadap 72 anak keturunan Nabi dan pengikutnya, yang ditandai dengan gugurnya Sayyidina Husein secara sangat tidak manusiawi atas restu Khalifah Yazid bin Mu'awiyah.

Peristiwa ini merupakan awal dari serangkaian tindakan pembunuhan untuk membasmi keluarga Nabi Muhammad.

Baca Juga: Benarkah Poligami itu Sunnah? Simak Aturan Izin Poligami di Indonesia

Oleh pihak-pihak Islam politik. Terutama kalangan keturunan dari Abu Sufyan.

Intinya, selain berbagai faktor utama tersebut, masih ada hal lain yang membuat harus memuliakan bulan Muharram dan pada tanggal 10-nya (Asuro).

Baca Juga: Belum Lama Bebas, Jerinx Kembali Jadi Tersangka Dengan Kasus Berbeda

Karena keyakinan itu pada akhirnya bermuara pada kepasrahan diri dan ketakwaan kepada Tuhan.

Tentunya ekspresi keberagamaan tradisi seperti itu tidak bisa disalahkan begitu saja.*** 

Editor: Dwiyan Setya Nugraha


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah