LINGKAR MADIUN - Pemerintah akan terus mengupayakan percepatan penanganan covid-19. Baru-baru ini pemerintah merencanakan penggunaan metode baru dalam mendeteksi virus corona yakni melalui tes saliva.
Apa itu Tes Saliva?
Menurut Menristek Bambang Brodjonegoro,tes saliva adalah metode pendeteksian virus corona menggunakan air liur.
"Dengan saliva kita tidak memerlukan ekstraksi RNA seperti yang dilakukan saat swab, sehingga tidak perlu menunggu waktu lama,"jelas Bambang.
Output yang diharapkan dengan metode saliva ini adalah untuk mempercepat dan memperluas tes PCR.
Kemudian, tes saliva juga dinilai lebih nyaman daripada swab, karena hanya mengambil sampel air liur dan tidak sakit seperti layaknya swab.
Penelitian Terkait Akurasi Tes Saliva
Jurnal kedokteran bergengsi JAMA Internal Medicine melakukan penelitian yang menyebutkan bahwa pengujian berbasis air liur menunjukkan akurasi dalam mendeteksi virus Corona sebesar 83 persen.
Data tersebut dilakukan peninjauan sebanyak 16 studi yang melibatkan 5.900 peserta. Dan penelitian ini telah dipublikasikan.
Seperti diketahui, tes air liur bisa digunakan untuk mendiagnosis berbagai kondisi dan status penyakit, termasuk penyakit Cushing, anovulasi, HIV, kanker, parasit, hipogonadisme, dan alergi.
Baca Juga: Gubernur Khofifah Sebut Jurnalis Masuk Vaksinasi Covid-19 Tahap Kedua Sebagai Pemberi Layanan Publik
Ini dikarenakan Air liur merupakan cairan biologis yang berguna untuk menguji hormon steroid seperti kortisol, materi genetik seperti RNA.
Di samping itu juga terdapat protein seperti enzim dan antibodi, dan berbagai zat lain, termasuk metabolit alami, termasuk nitrit saliva, penanda biomarker status oksida nitrat.
Dalam dunia Internasional, Pemerintah AS telah melakukan pengujian saliva untuk menilai perubahan ritme sirkadian pada astronot sebelum penerbangan.
Tak hanya itu, tes saliva juga untuk mengevaluasi profil hormonal tentara yang menjalani pelatihan bertahan hidup militer
Sampel dalam tes saliva ini dapat bertahan hingga 24 jam jika disimpan dengan kantong es atau pada suhu ruang.
Hal ini sudah dilakukan penelitian yang menghasilkan deteksi tidak adanya perbedaan konsentrasi pada saat pengumpulan, delapan jam kemudian atau 24 jam kemudian.***