Ia menegaskan penghilangan pasal mengenai outsourcing tersebut malah mengesankan negara melegalkan tenaga kerja diperjualbelikan oleh agen penyalur.
Padahal, menurut Said di dunia internasional mengenai outsourcing sudah disebut sebagai modern slavery atau perbudakan modern.
"Dengan sistem kerja outsourcing, seorang buruh tidak lagi memiliki kejelasan terhadap upah, jaminan kesehatan, jaminan pensiun, dan kepastian pekerjaannya," tandasnya.
Baca Juga: Cawabup Banggai Laut Meninggal Dunia, Speedboat yang Ditumpangi Saat Kampanye Dihantam Ombak
Baca Juga: Dibalik Demo yang Masih Membara, Presiden Joko Widodo Putuskan Tandatangani UU Cipta Kerja
Dalam praktiknya di lapangan, Said menambahkan bahwa para agen outsourcing sering lepas tanggung jawab terhadap masa depan pekerjanya.
Menurutnya, agen outsourcing hanya menerima success fee per kepala dari tenaga kerja outsourcing yang digunakan oleh perusahaan pengguna atau user.
Selain itu, dia mengatakan bahwa UU Cipta Kerja juga menghapus Pasal 64 dan 65 UU Nomor 13 Tahun 2003.*** (Vinta/RRI)