Lingkar Madiun- Beberapa waktu terakhir publik sempat digegerkan perihal rencana kebijakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kementerian Keuangan yang akan menyasar pengusaha sembako dan lembaga pendidikan.
Menglarifikasi hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memastikan bahan pokok (sembako) yang dijual di pasar tradisional tidak akan dikenai PPN.
“Misalnya barang-barang kebutuhan pokok yang dijual di pasar tradisional ini tentunya tidak dikenakan PPN. Akan berbeda ketika sembako ini sifatnya premium. Barang-barang kebutuhan pokok yang dikenakan pajak adalah kebutuhan pokok premium,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Neilmaldrin Noor.
Lebih lanjut, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan perubahan pengaturan PPN ini dilakukan dengan alasan sistem yang berlaku saat ini dinilai kurang memadai untuk memenuhi rasa keadilan, sehingga berdampak pada sulitnya meningkatkan kepatuhan pajak dan optimalisasi pendapatan negara.
Baca Juga: Cek Fakta: Prabowo Subianto Beberkan Dosa Besar Presiden dan Siap Lengserkan Jokowi, Benarkah?
“Kebijakan ini nantinya diharapkan dapat menciptakan keadilan bagi seluruh masyarakat dan kita berfokus juga kepada golongan menengah bawah yang saat ini mungkin lebih merasakan bagaimana situasi dan kondisi akibat pandemi Covid-19,” ujar nya.
Adapun konsep perubahan peraturan PPN di antaranya adanya pengurangan berbagai fasilitas PPN baik dalam bentuk pembebasan PPN maupun dalam bentuk perlakuan sebagai Non-BKP (Bukan Barang Kena Pajak) atau Non-JKP (Bukan Jasa Kena Pajak) dilakukan untuk mengurangi distorsi.
Selain itu, penerapan multitarif dengan tujuan memberikan ruang untuk mengenakan tarif PPN lebih rendah dari tarif umum. Misalnya, barang-barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan, serta tarif PPN lebih tinggi dari tarif umum untuk barang-barang yang tergolong mewah.