Subhanallah! Kode Dunia Paling Terkenal Berbahasa Mesir Kuno Berhasil Dipecahkan Seorang Ilmuwan Muslim

24 April 2021, 21:00 WIB
Ilustrasi hieroglif /Pexels/

Lingkar Madiun-Bahasa Mesir Kuno yang memiliki hubungan dengan bahasa Smit kini sudah punah. Orang Mesir saat ini lebih banyak menggunakan bahasa Arab.

Namun, bahasa Mesir kuno telah digunakan selama lebih dari sekitar 3.000 tahun dan memiliki sejumlah versi bentuk tertulis.

Sistem penulisan yang digunakan di Mesir kuno dikenal sebagai hieroglifik (hieroglyphic) atau disebut pula hieroglif (hieroglyph).

Baca Juga: Everton Berhasil Curi Tiga Poin di Markas Arsenal, Ancelotti: Kami Akan Terus Berjuang Demi Posisi 4 Besar

Hieroglyph merupakan istilah yang pertama kali digunakan oleh orang-orang Yunani pada tahun 500 SM yang berasal dari kata ‘hieros’ yang berarti ‘suci’ dan ‘glyph’ yang berarti mengukir.

Orang Yunani menggunakan istilah tersebut karena mereka juga menggunakan huruf serupa untuk menulis teks suci mereka.

Hieroglif Mesir kuno terdiri dari berbagai gambar yang diukir di dinding monumen dan makam serta dituliskan pada papirus. Gambar-gambar pada hieroglif disusun untuk melambangkan huruf Mesir kuno.

Baca Juga: Misteri Nyi Roro Kidul Sang Penguasa Pantai Selatan Terungkap dalam Al-Qur’an! Begini Kisahnya

Dengan kata lain gambar yang membentuk huruf hieroglif mewakili suara satu huruf. Orang-orang yang diperbolehkan menulis dan membaca hieroglif Mesir kuno disebut sebagai juru tulis yang memiliki kedudukan tinggi.

Orang-orang Mesir kuno percaya kemampuan juru tulis menuliskan hieroglif merupakan pemberian Thoth yang merupakan dewa kebijaksanaan. Tanda baca hoeroglif dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu:

  1. Logogram merupakan tanda-tanda yang menggambarkan morfem
  2. Fonogram merupakan tanda-randa yang menggambarkan satu atau lebih suara
  3. Determinatif merupakan tanda-tanda yang tidak mewakili suara dan morfem, namun digunakan untuk memahami kumpulan tanda yang datang sebelumnya

Seperti skrip lain dari periode Proto-Sinatic, tulisan Mesir kuno hanya berupa konsonan, maka akan sulit mengucapkan suatu kata atau vokal apa yang mungkin digunakan diantara konsonan.

Baca Juga: 21 KRI Dikerahkan dalam Upaya Pencarian,Presiden: Prioritas Kita Keselamatan Awak Kapal Nanggala 402

Untuk mensiasati hal tersebut arkeolog memasukkan vokal dalam hieroglif secara artifisial. Sistem penulisan Mesir kuno terdiri dari sekitar 700 huruf. Hieroglif terutama digunakan untuk menulis teks keagamaan atau dokumen lain yang penting.

Pada awalnya, sebuah skrip sederhana dikembangkan yang disebut sebagai ‘hieratic’. Skrip tersebut digunakan secara luas hingga sekitar 800 SM untuk penulisan teks agama, sastra, dan bisnis.

Pada sekitar tahun 700 SM skrip tersebut dikembangkan lebih lanjut menjadi apa yang disebut demotic. Hieroglif terus digunakan di Mesir sampai sekitar tahun 400 untuk kemudian digantikan oleh Koptik, bentuk lain dari bahasa tertulis.

Baca Juga: 8 Tindakan Medis Ini Ternyata Tidak Membatalkan Puasa, Salah Satunya Suntik Vaksin

Di kemudian hari bahasa Arab menjadi bahasa lisan dan tulisan di Mesir, sehingga pengetahuan kuno menulis dan membaca dalam simbol-simbol akhirnya terlupakan.

Abu Bakr Ahmad bin Ali bin Qais bin Mukhtar bin Abdul Karim al-Nabthi seorang kimiawan, astrolog, penerjemah, ahli ilmu magis, sejarawan, ahli ilmu pertanian, botanis, ahli bahasa kuno, ahli taksikologi peternakan dan ahli kebudayaan Mesir (egyptologist) yang lahir di Qusayn (daerah dekat Kufah).

Beliau adalah orang pertama yang berhasil menguraikan (dechiper) dan membaca hieroglif Mesir kuno. Awal hidupnya ia habiskan di Baghda era Harun Rasyid dan anaknya al-Ma’mun.

Ibnu Wahshiyya merupakan keturunan suku bangsa Nabatea (Babilonia kuno). Nenek moyangnya yang pertama memeluk Islam adalah Abdul Karim ayah dari kakek buyutnya.

“ Ibnu Wahshiyya sangat bangga dengan latar belakangnya. Dia menjadi muslim namun tidak meninggalkan tradisi suku bangsanya. Salah satunya dengan mempelajari banyak bahasa kuno termasuk bahasa nenek moyangnya itu bahasa Mesir,” ungkap sejarawan.

Baca Juga: Rasulullah SAW Minta Umat Islam Tidak Mencabut Uban, Bisa Jadi Cahaya di Hari Kiamat! Begini Ulasannya

Bukunya al-Filahan al-Nabatiyyah (Pertanian Nabatea, tahun 904 M) berisi tentang pengetahuan agronomik dari suku bangsa asli Irak pra-Arab yaitu suku bangsa Nabatea.

Disusul dengan ringkasan tentang agronomi Yunani, al-Filalah al-Rumiyah yang konon merupakan terjemahan dari sumber asli Yunani.

Dua buku tersebut berisi tentang bagaimana cara berurusan dengan tipe dan kualitas tanah yang berbeda-beda dengan implementasi agrikultural dan cara kerja metodik yaitu pemupukan, irigasi, penggunaan hewan, penghilangan hama.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Aries, 24 April 2021, Fokus dengan Diri Sendiri! Jika Menginginkan Karir yang Lebih Baik

Selain itu, buku tersebut juga membahas tentang berbagai macam masalah penanaman, perawatan dan cara terbaik memanen dari mulai gandum, sayur-mayur sampai bunga untuk dijadikan parfum.

Di bidang Egytology, Ibnu Wahshiyya menulis Syauq al Mustaham fi Ma’rifah Rumuz al-Aqlam yang mencakup 93 skrip hieroglif Mesir kuno. Hal tersebut menunjukkan bahwa warisan Mesopotamia pra-Islam dilestarikan dengan kerja-kerja kersarjanaan yang dilakukan di Abad Pertengahan Islam. Salah satu pelakunya adalah Ibnu Wahshiyya yang banyak menerjemahkan buku dari sumber kuno dengan bahasa beragam.***

Editor: Yeha Regina Citra Mahardika

Tags

Terkini

Terpopuler