Penuh Misteri, Begini Kisah RA Kartini Menjelang Wafat

- 20 April 2021, 14:55 WIB
Lukisan sketsa Raden Adjeng Kartini
Lukisan sketsa Raden Adjeng Kartini /Instagram @historiadaasia/

 

Lingkar Madiun- Misteri kepastian bagaimana Raden Ajeng Kartini meninggal dunia memang menjadi pertanyaan banyak sejarawan.

Sepuluh hari sebelum meninggal dunia, pada 7 September 1904 Kartini menulis surat yang berisikan ucapan terima kasih kepada Nyonya Abendanon atas baju yang dikirimkannya untuk anak Kartini yang akan lahir. Ketika itu ia sedang hamil tua.

Enam hari kemudian Kartini melahirkan putra tunggalnya yang bernama Raden Mas (RM) Soesalit. Saat besar, putra Kartini tersebut terjun di ketentaraan hingga memperoleh pangkat mayor jenderal. Namun, karena rasionalisasi TNI pada tahun 1948 pangkatnya menjadi diturunkan menjadi kolonel.

Baca Juga: Tolak European Super League, UEFA dan FIFA Akan Beri Hukuman Pada Klub yang Main di Sana

Menurut catatan Sitiosemandari saat Kartini melahirkan RM Soesalit pada 13 September 1904, kondisi Kartini terlihat baik-baik saja.

Kemudian, pada tanggal 17 September, dr van Ravesteyn yaitu dokter yang menangani persalinan Kartini datang lagi untuk memeriksa kembali kondisi Kartini dan dia tidak mengkhawatirkan keadaan Kartini.

Bahkan, dr van Ravesteyn dan Kartini sempat bersama-sama minum anggur untuk keselamatan ibu dan bayi.

Baca Juga: 7 Sosok Satria Piningit Pemimpin Indonesia dari Orde Lama Hingga Saat Ini Berdasarkan Ramalan Jayabaya

Namun, tidak lama setelah dr van Ravesteyn meninggalkan kabupaten, Kartini tiba-tiba mengeluh sakit dalam perutnya. Dr van Ravesteyn yang sedang berkunjung ke rumah pasien lainnya, cepat-cepat datang kembali ke kabupaten.

Perubahan kondisi kesehatan Kartini terjadi begitu mendadak, dengan rasa sakit yang sangat luar biasa di bagian perut. Setengah jam kemudian, dokter pun tidak bisa menolong nyawa Kartini.

Kematian mendadak Kartini pun memunculkan desas-desus terkait penyebab kematiannya. Ada yang menyebut pembunuhan hingga keracunan, kabar tersebut santer beredar di lingkup kabupaten.

Baca Juga: Mekanisme Penyaluran Bansos Selama Dua Tahap, Penerima Bansos Wajib Tahu!

Keponakan kesayangan Kartini, Soetijoso Tjondronegoro pun mendengar kabar tersebut dan memberikan tanggapan.

“Bahwa ibu Kartini sesudah melahirkan putranya, wafatnya banyak didesas-desuskan, itu mungkin karena intrik dalam Kabupaten. Tetapi desas-desus itu tidak dapat dibuktikan. Dan kami dari pihak keluarga juga tidak mencari-cari ke arah itu, melainkan menerima keadaan sebagaimana faktanya dan sesudah dikehendaki oleh Yang Maha Kuasa,” ungkapnya.

Baca Juga: Gusi Berdarah? Dokter Sebut Pertanda Buruk Terkait Kekurangan Vitamin Ini, Jangan Diabaikan

Lantas, adakah kematian Kartini diselimuti kegelapan?

Munculnya berbagai dugaan terkait penyebab kematian Kartini dikarenakan surat Kartini di bagian akhir yang ia tulis kepada Rosa Abendanon pada 7 September mengungkapkan, ketika Kartini menerima hadiah pakaian bayi, ia menulis: “Pada waktu kemarin kami menerima hadiah ibu, suami saya mengatakan: ‘Tulislah surat sefera kepada ibu, jangan-jangan nanti terlambat’.”

Membaca dari potongan surat tersebut, mengapa Kartini yang sedang hamil tua saat itu dipaksa untuk menulis surat segera? Apakah maksud dengan kata terlambat?

Baca Juga: Calon Sultan Berlimpah Harta! 12 Weton Ini Berpotensi Bakal Tajir Melintir Menurut Primbon Jawa, Simak Disini

Menurut surat Djojo Adiningrat yang ditulis untuk J.H Abendanon pada 25 September 1904, dalam surat tersebut menjelaskan mengenai penyebab meninggalnya Kartini, pada mulanya Kartini merasa akan melahirkan pada waktu dekat, karena dokter umum yaitu dokter Boerma tidak ada, maka Djojo Adiningrat meminta dr van Ravesteyn yang dikenal pandai untuk menangani persalinan Kartini.

Persalinan Kartini tidak begitu mudah karena bayinya yang relatif besar, dr van Ravesteyn harus memakai alat untuk mempercepat persalinan. Kartini mengalami kelelahan yang sangat luar biasa usai melahirkan, ia juga mengalami tegang di perut. Namun, dr van Ravesteyn mengungkapkan bahwa Kartini baik-baik saja.

Baca Juga: Geger Video Viral Penistaan Agama Jozeph Paul Zhang, Wamenag Beri Pesan Ini Kepada Umat Muslim!

Empat hari kemudian, dr van Ravesteyn datang lagi dan mengatakan bahwa ketegangan perut yang dialami Kartini adalah akibat luka-luka yang disebabkan usai persalinan dan ia menilai bahwa hal tersebut adalah hal yang biasa.

Dr van Ravesteyn hanya memberi Kartini obat, namun setengah jam sesudahnya ketegangan perut Kartini terus bertambah dan tak lama sesudahnya Kartini menghembuskan napas terakhir.

Salah satu orang yang ingin mengusut kematian Kartini adalah Nyonya Nellie van Kol yaitu istri dari van Kol. Ia menanyakan kepada Roekmini apakah Kartini memiliki tanda-tanda sebelum kematiannya.

Baca Juga: Inilah Dosa yang Diakibatkan Keburukan Tidak Menjaga Lisan

Roekmini pun membalas melalui surat pada 21 Juni 1905, ia menceritakan bahwa Kartini pernah berkata bahwa ia tidak mau hidup lebih lama dari 25 tahun ketika Kartini mengandung, bahkan Kartini menanyakan kepada Roekmini, apakah ia mau merawat anaknya saat Kartini meninggal.

Selain itu, sepertinya Kartini juga mempercayai hal mistik, hal tersebut terlihat dari suratnya untuk Nyonya Abendanon pada 22 Oktober 1903, ia menuliskan:

“Telah terjadi sesuatu yang aneh, waktu R.v.R bertamu di sini. Segerombolan lebah terbang ke arah kami, masuk ke dalam kamar, ke dalam lemari, dan di mana saja saya duduk dikerumuni lebah. Saya lari, gerombolan lebah tetap mengikuti... Apakah ini bukan merupakan perlambang bahwa di dalam masa mendatang saya akan disengat lebah dari segala penjuru?”

Sejarah mencatat, Kartini dan cita-citanya yang luhur tersebut diserang dari segala penjuru, terang-terangan atau diam-diam dan bukan oleh lebah saja.***

Editor: Yeha Regina Citra Mahardika

Sumber: Buku RA Kartini Biografi Singkat 1879-1904 Karya Imron Rosya


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah