Kepada Nyonya Abendanon-lah Kartini menumpahkan semua pemikiran, cita-cita, juga isi hatinya (termasuk penderitaannya) lewat ratusan lembar surat yang ditulis dengan tangannya sendiri.Saking sayangnya, Kartini kerap menyapa Rosa dengan sebutan “Ibuku Tercinta” atau “Kekasihku Tersayang.”
Setidaknya ada sekitar 150 surat yang dikirim Kartini dan kedua adiknya kepada Rosa. Dari jumlah tersebut, Kartini menulis sekitar 95 surat.
Tata bahasa Belandanya yang bagus membuat beberapa pihak setempat meragukan bahwa surat-surat tersebut bukan ditulis oleh Kartini sendiri.
Namun, seiring perjalanan waktu dan berbagai investigasi, terbukti bahwa surat-surat terssebut memang ditulis oleh Kartini.
“Seperti juga The Diary of Anne Frank, surat-surat Kartini ditulis layaknya kepada seorang sahabat yang sangat dihormatinya. Isinya lebih tepat disebut curahan hati, terkadang riang, di saat lain sangat emosional. Kadang-kadang ia menceritakan kejadian sehari-hari, tetapi tak jarang meletup buah pikiran dan cita-citanya yang terhitung sangat progresif untuk zamannya,” sebagaimana ditulis dalam buku RA Kartini Biografi Singkat 1879-1904 oleh Imron Rosyadi.
Gaya penulisan Kartini juga sistematis dan sangat mengalir dalam bahasa Belanda, sehingga enak dibaca, layaknya karya penulis profesional.
Memahami Kartini tentunya kita jangan membayangkan konteks zaman sekarang, dengan berbagai gadget canggih, yang bisa menghubungkan kita dengan setiap sudut dunia.
Saat Kartini menulis surat-suratnya, ia hanyalah seorang gadis Jawa berusia 21 tahun di sebuah kota kecil di pesisir Jawa.