Proses Negosiasi Gencatan Senjata 4 Hari Rusia-Ukraina Dinilai Sulit, Ini Alasannya

20 April 2022, 19:25 WIB
Perang Rusia-Ukraina /Dailymail/REUTERS

LINGKAR MADIUN - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres menyerukan gencatan senjata selama empat hari selama Minggu suci Ortodoks pada 19 April 2022.

Namun selama berhari-hari, tidak ada tanda-tanda bahwa kedua belah pihak yakni Rusia dan Ukraina akan membuat kemajuan dalam negosiasi.

Berdasarkan info yang dilansir Lingkar Madiun dari laman Zing News, pada hari yang sama, 19 April, Mykhailo Podolyak, anggota tim negosiasi Ukraina, mengatakan ‘tragedi’ Mariupol telah memperumit proses negosiasi.

Baca Juga: Ultimatum Rusia untuk Pasukan Ukraina di Mariupol Berakhir, Tanda Sudah Tidak Adanya Invasi? 

Selain itu,anggota tim negosiasiUkraina juga mengatakan sulit untuk memprediksi kapan pembicaraan damai akan dilanjutkan karena situasi di Mariupol.

Sementara itu, Deputi Perwakilan Misi Tetap Rusia untuk PBB Dmitry Polyansky mengatakan bahwa dia tidak melihat prospek kedua belah pihak mencapai kesepakatan hingga saat ini.

Sehari yang lalu, juru bicara Kremlin mengatakan kedua belah pihak masih melakukan pertukaran tingkat rendah tetapi hanya membuat sedikit kemajuan.

Moskow dan Kyiv belum mengadakan pertemuan tatap muka sejak 29 Maret. Keduanya saling menyalahkan atas gagalnya proses negosiasi.

Baca Juga: Terkuak, Alasan Rusia Mengubah Taktik di Donbas, Mulai Teror Pertahanan Ukraina dan Beri Serangan Besar

Pada 19 April, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu juga menuduh pihak Barat berusaha memperpanjang konflik antara Rusia dan Ukraina dengan cara apa pun.

"Meningkatnya volume bantuan senjata asing menunjukkan bahwa mereka berniat memprovokasi pemerintah Kyiv untuk berperang sampai habisnya Ukraina," ungkap Shoigu sebagaimana dikutip Lingkar Madiun dari laman Zing News.

Tidak peduli bagaimana pertempuran antara Rusia dan Ukraina terus berlanjut dan dari mana asalnya, satu hal yang tidak berubah adalah konsekuensinya terhadap rakyat.

"Kami dibom di mana-mana. Ini adalah keajaiban bahwa kami masih hidup. Kami berbaring di tanah dan menunggu. Mulai 24 Februari, kami harus tidur di ruang bawah tanah,” ungkap Nadya, 65, kepada AFP di kota Novodruzhesk di Donbas.***

 

Editor: Ninda Fatriani Santyra

Sumber: Zing News

Tags

Terkini

Terpopuler