Tragedi G30S PKI, Inilah 10 Perempuan Tertuduh yang Jadi Korban Salah Tangkap Pembunuh Para Jenderal

29 September 2020, 20:50 WIB
Tahanan politik Gerwani di Penjara Bukit Duri, sekitar tahun 1972.* //blog.umy.ac.id/

LINGKAR MADIUN – Jelang peringatan tragedi G30S PKI, masih hangat diingatan kita tentang salah satu peristiwa kelam dari sekian banyak kisah di bangsa Indonesia, adalah peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) yang gemparkan tanah air pada tahun 1965.

Dari pembunuhan masal para jenderal hingga kaum perempuan anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan sebagian istri dari anggota PKI yang tak luput dari fitnah besar kala itu.

Dalam peristiwa berdarah itu, para jenderal dibunuh oleh orang tak dikenal dan Partai Komunis Indonesia (PKI) dituduh menjadi dalang akibat peristiwa kelam itu.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

Pasca peristiwa pembantaian masal para jenderal yang mayatnya dibuang dan ditemukan ke lubang buaya, puluhan orang ditangkap dengan tuduhan PKI adalah dalang dibalik semua itu.

 

Terlepas dari siapa sebenarnya dalang dibalik pembunuhan para jenderal kondang kala itu, ada juga korban yang mungkin luput dari cerita sejarah yang kita tahu dari literasi yang banyak beredar.

Tuduhan sembarangan juga diberikan kepada kaum perempuan. Fitnah besar itu mengatakan mereka menari-nari seksual tanpa busana, memotong kelamin para jenderal, mencungkil matanya, lalu para jenderal mati dan jasadnya di buang ke Lubang Buaya.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

Kaum perempuan yang dituduh ini beberapa dari mereka merupakan anggota Gerwani yang juga berperan dalam Barisan Tani Indonesia (BTI), beberapa juga dari istri yang suaminya anggota PKI.

Dikutip LingkarMadiun dari KabarLumajang dalam artikelnya berjudul "Akibat Peristiwa G30S PKI, 10 Perempuan Dituduh dan Jadi Korban Salah Tangkap Pembunuh Para Jenderal" pada 28 September 2020, dan dari buku Suara Perempuan Korban Tragedi 65’ yang ditulis oleh Ita F. Nadia, berikut ini 10 perempuan yang menjadi korban fitnah, penangkapan, penuduhan, hingga mengacak-acak tubuhnya dan membunuhnya dengan tidak manusiawi.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

1. Rusminah – Istri Sekretaris CSS PKI

Rusminah, adalah seorang guru Sekolah Rakyat di Gurah, Kabupaten Kediri. Guru perempuan itu ditangkap pada 1 Oktober 1965 oleh para tentara yang juga mencari suaminya, seorang aktivis PKI.

Awalnya ia dibawa ke pos polisi di Gurah dan dimasukkan di sebuah ruangan kosong bersama tiga orang lainnya yang juga ditangkap.

Esoknya, ia dipindahkan di pos Kodim Kediri dan mulai diintrogasi untuk mencari keberadaan suaminya yang sudah pergi sepekan lalu, sejak tanggal 25 September.

5 bulan ditahan di sana, lalu ia dipindahkan ke Pare, Kabupaten Kediri. Di sana, setiap malam ia dipanggil oleh para penjaga pos itu, disuruhnya memijat, hingga diminta untuk memuaskan nafsu seks para penjaga itu.

Selang beberapa waktu disana, Rusminah akhirnya dikeluarkan dari penjara karena tidak terbukti sebagai anggota PKI. Ia keluar dengan bantuan seorang perwira yang ternyata memperlakukannya sebagai pembantu rumah tangganya. 

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

2. Partini – Aktivis Gerwani

Partini namanya, ikut keanggotaan dan kegiatan Gerwani sudah sejak tahun 1949, ketika usianya baru 15 tahun. Kisah kelamnya bermula, dari dua hari setelah peristiwa 65’ itu. Dirinya ditangkap oleh lima orang tentara sehabis menyusui bayinya yang baru beberapa hari lalu lahir.

Dengan tidak beradab, ia dilempar ke sebuah truk, lalu dicap sebagai perempuan yang telah membunuh jenderal-jenderal mereka.

Ketika Partini mengeluarkan sebuah belaan atas tuduhan itu, ia justru diperlakukan dengan buruk. Tentara itu menamparnya, lalu dihujatnya dengan kata-kata tak sopan dan antah-brantah.

Setelah itu, Partini dibawa ke sebuah tangsi atau barak tentara di Kota Solo. Tidak sendiri, ia bersama dengan orang lain yang kala itu juga banyak yang ditangkap.

Ia tak diberi makan ataupun minum, hingga Partini mengalami pendarahan pasca melahirkan seorang bayi yang dikandungnya itu. Esoknya, ia dipindahkan ke sebuah tangsi di luar kota Solo.

Ia ditempatkan di sel-sel yang melebihi kapasitas orang hingga membuatnya demam. Lalu, ia pun diberi obat dan diminta membersihkan diri dan tidur di sebuah ruangan.

Bukan itikad baik dan sebuah pertolongan yang terjadi padanya, melainkan, saat terbangun dari tidurnya, seorang laki-laki tiba-tiba menindihi tubuhnya dan melakukan kejahatan seksual yang tak pantas.

Pada akhirnya, di tahun 1979 ia keluar dan dikucilkan oleh anak dan suaminya sendiri, karena ingin menjauhkan diri dari Mantan Tahanan Politik (Eks-Tapol) 65’.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

3. Yanti – Penjual Sayur dan Buah

Ditangkap saat berumur 14 tahun, kala itu Yanti masih bersekolah di SMP.

Suatu hari, ketika ia mengikuti pelatihan sukarelawan di kampung Lubang Buaya, Jakarta Timur, suara teriakan yang terasa pedih ditelinga, dan tembakan gencar dari senjata api yang membabi-buta itu dihambur-hamburkan ke langit.

Sepasukan tentara serempak menggerebek barak penginapannya saat pagi-pagi buta.

Ia dan perempuan lainnya digiring menuju tanah lapang. Mereka disuruh melepas baju, lalu dilepasnya baju itu tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh para wanita itu. Lalu dipukuli, para wanita itu diam saja. Kejinya, beberapa diantara mereka dipukuli dengan popor bedil yang diagung-agungkan tenara itu, dan disiksanya hinga berdarah, terjatuh, dan hanya bisa pasrah.

Kasus Yanti setelah itu tak pernah disidangkan. Bahkan dirinya harus dipenjara dan keluarganya dikucilkan masyarakat.

Bahkan, mimpi Yanti harus rela ia kubur karena masa depan perempuan malang itu dan lingkungannya telah hancur.

Yanti ini, sebenarnya ia ingin bertemu dengan keluarga almarhum jenderal-jenderal yang telah mati akibat peristiwa berdarah kala itu, dan akan menceritakan kepada mereka jika ia bukan pembunuh jenderal apalagi penyanyat kelamin mereka.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

4. Maryati – Anggota Gerwani 

Maryati adalah seorang anggota Gerwani sejak masih muda. Ia juga mengampu sebagai seorang guru diusianya 26 tahun, memiliki 2 orang anak dari pernikahannya dengan seseorang yang sama-sama memiliki cita-cita untuk bekerja bagi kaum tertindas serta miskin.

Oktober 1965, ia ditangkap. Berbagai siksaan dialaminya, tiga hari tak diberi makan ataupun minum, bahkan dengan kaki dan tangannya yang terikat ketat.

Sempat dipanggilnya ke Solo, dan dibebaskan dari penjara. Namun, rupanya ia lalu dibawa ke tangsi, lalu siang dan malam bukanlah milik seorang Maryati. Dimintanya setiap siang serta malam itu menjadi pelayan nafsu birahi para tentara itu.

Barulah, tahun 1978 ia benar-benar dibebaskan. Setelah satu tahun ia sudah hidup dengan suaminya, ia justru mendapatkan caci dan makian dari suaminya setelah tahu diperlakukan secara tidak adil dan manusiawi ketika ia ditahan.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

5. Sukarti – Penjual Makanan

Suami Sukarti adalah seorang aktivis serikat buruh, hingga membuatnya juga turut terjun ke sana dan menjadi anggota Gerwani.

Saat peristiwa G30S terjadi, suaminya tertangkap terlebih dahulu. Pasca kejadianyang menimpa suaminya itu, ia juga ditangkap dan rumahnya diporak-porandakan.

Sukarti juga diperkosa oleh beberapa pemuda di rumahnya. Setelah itu, ia diarak dalam keadaan tanpa busana sehali pun, dan digiringnya kantor polisi yang berjarak 5 km jauhnya.

Di tahanan kepolisian itu, dirinya sempat bertemu dengan suaminya. Akan tetapi terasa percuma, ia melihat dengan mata kepalanya sendiri, suaminya disiksa habis-habisan dan dipaksa melakukan adegan seksual dengannya atas perintah para petugas.

Barulah ia dibebaskan pada tahun 1975, dan mendapatkan stigma dari lingkungan masyarakatnya. Pada akhirnya, Sukarti terpaksa angkat kaki dari rumahnya sendiri, dan tega atau tak tega, ia rela tinggalkan keluarganya.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

6. Sudarsi – Aktivis Mahasiswa

Saat ditangkap pada peristiwa 65’, ia adalah seorang senior mahasiswa di UGM jurusan bahasa Inggris.

Ia ditangkap usai melalui satu pekan berduka atas kematian ayahnya. Kala itu, malam hari, sejumlah tentara datang ke rumahnya dengan tidak sopan.

Ia ditangkap dan disergap, lalu dibawa ke pos militer Kertosono. Setiap malam, ia dipanggil untuk ‘Bon Malam’ memenuhi birahi para penjaga.

Pada akhirnya, Sudarsi sampai pada titik dimana ia membenci organ kelaminnya sendiri dan selalu bertanya-tanya, mengapa ia harus terlahir sebagai perempuan.

Setelah sempat pindah sel dari Solo ke Yogya, ia akhirnya dibebesakan. Ia bertemu dengan seseorang yang juga dipenjara dan menjalani kehidupan dengannya setelah bebas.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

7. Sus – Dosen Universitas

Sus ditangkap pada 10 Oktober 1965, ketika hendak melanjutkan studinya. Ia sebelumnya mengampu sebagai dosen di sebuah universitas di Yogyakarta dan aktif mengikuti organisasi mahasiswa ketika masih kuliah.

Awalnya, ia dimasukkan ke tangsi di Kentungan, Yogyakarta. Lalu, pada tahun 1967-1975, ia dipindahkan ke tahanan perempuan di Plantungan.

Selama delapan tahun di sana, ia akhirnya dibebaskan tanpa ada proses pengadilan. Setelah dirinya bebas, ia didustai oleh seorang perwira dan dibawanya sebagai saksi.

Ternyata, tentara itu membawa Sus ke rumahnya, dan setiap malam ia dipaksa menjadi budak nafsu perwira itu.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

8. Suparti – Aktivis BTI

Suparti merasa hidupnya hancur karena suaminya adalah seorang PKI. Pamannya juga seorang anggota BTI.

Tanggal 1 Oktober 1965, suami Suparti pergi dijemput kedua temannya. Menjelang magrib pada tanggal 5 Oktober, sejumlah pemuda, polisi dan tentara datang ke rumahnya di Kediri. 

Ia ditanya tentang keberadaan suaminya, lalu dibawa ke sebuah pos di pinggir kota bersama dengan 25 tawanan lainnya.

Ia di masukkan ke sebuah ruangan, diminta telanjang dan mulai disiksa dengan menampar pipinya.

Sejumlah pertanyaan terus diajukan terkait suaminya. Lalu, ia juga dibawa di sebuah pos tentara ke arah Nganjuk. Ia terus disiksa selama dua hari dan diperkosa sebanyak 5 kali.

Tak cukup itu, diseretnya Suparti ke hutan yang berada di belakang pos. Mulai dari hujan dan panas, selama beberapa hari ia lalui dengan kepedihan di sana.

Dan pada akhirnya, ia ditemukan oleh dua orang suami-istri yang bekerja sebagai petani yang akhirnya merawatnya. Berkat pertolongan itulah, akhirnya Suparti berhasil bertemu dengan anak dan keluarganya.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

9. Badriyah – Aktivis Gerwani

Perempuan itu bernama Badriyah, ia tak pernah menyesal hidup sebagai aktivis Gerwani. Baginya, Gerwani adalah sebuah organisasi perempuan yang tak pernah melakukan kesalahan apalagi kejahatan.

Ia ditangkap jelang satu hari peristiwa G30S di Jakarta. Ia dituduh terkait peristiwa itu, dirinya berada di Jakarta dan mengikuti latihan militer di Lubang Buaya, lalu menyiksa para jenderal.

Hari pertama hingga keempat, ia dibawa ke tangsi tentara dan terus diintrogasi. Hari kelimanya, ia diinterogasi oleh tiga orang tentara dengan kondisi tubuh tanpa busana.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

Tak hanya itu, ia juga disiksa dengan menyeturmnya di bagian-bagian tubuhnya yang sensitif.

Karena ia termasuk tawanan yang keras kepala, lalu ia dipindahkan ke Nusa Kambangan. Di sana, ia juga mendapatkan perlakuan yang sangat buruk dan tidak manusiawi, bahkan dengan jatah makan yang sedikit.

Ia sempat lumpuh dan di rawat. Setelah hampir setengah tahun sembuh, lalu ia dibebaskan dan akhirnya memilih tinggal di Gereja.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

10. Darmi – Penari Bali

Darmi, ia lahir dari keluarga bangsawan, dan hidupnya berubah drastis menjelang akhir tahun 65’.

Darmi adalah penari Bali yang sering mengisi acara kesenian yang diselenggarakan oleh partai politik dan organisasi massa tertentu.

Bulan Oktober 65’, banyak orang datang ke rumahnya menyerbu kediamannya. Rumahnya dibakar, suami dan mertuanya mati tepat dihadapannya. Ia dan anaknya lalu diarak keliling desa dengan bertempelkan karton yang tersemat kata-kata buruk.

Arak-arakan berhenti di depan balai desa. Dengan posisi tanpa busana, beberapa orang laki-laki tak pergi. Laki-laki itu berbuat jahat terhadapnya. Sementara, ia tak tahu kemana anaknya dibawa pergi.

Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19

Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!

Sehari berikutnya, ia dibawa ke pos tentara. Di sana, ia diintrogasi dan diminta menari tanpa busana di atas meja. 

Jika ia menolak, beberapa kawannya yang juga ditangkap akan dibunuh oleh para tentara itu. Setelah beberapa tahun, ia akhirnya dibebaskan dan tetap mencari dimana suami dan mertuanya dikuburkan.(Aprilia Tri Wahyu Ningrum/Kabar Lumajang)

Disclaimer: Artikel ini hanya sekadar informasi bagi pembaca. Lingkar Madiun tidak bertanggungjawab atas copyrights sumber berita. Hal yang berkaitan dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab sumber aslinya. ***

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Sumber: Kabar Lumajang

Tags

Terkini

Terpopuler