LINGKAR MADIUN – Jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang dakwaan Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjelaskan, terdapat 'action plan' terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung agar pidana penjara yang dijatuhkan kepada Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) tidak bisa dieksekusi.
Jaksa menjelaskan, penjabaran 'action plan' bermula pada 25 November 2019, dimana Pinangki bersama dengan advokat Anita Kolopaking dan mantan politikus Nasdem Andi Irfan Jaya, menemui Djoko Tjandra di Kantornya, di Kuala Lumpur, Malaysia.
"Terdakwa dan Andi Irfan Jaya menyerahkan dan memberikan penjelasan mengenai rencana/planong berupa action plan yang diajukan kepada Joko Soegiarto Tjandra untuk mengurus kepulangan Joko Soegiarto Tjandra dengan menggunakan sarana. fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," ujar Jaksa dalam persidangan seperti dilansir dari laman RRI, Rabu 23 September 2020.
Baca Juga: Lima Petugas Lapas Diperiksa, Gegara Narapidana WN China Kabur, Simak Penjelasannya
Baca Juga: Mengukur Kekuatan Liga Inggris: Tottenham's Heung-Min Son Berada di Puncak
Pada pertemuan tersebut, Andi Irfan Jaya menjelaskan 10 action plan kepada Joko Soegiarto Tjandra. Action pertama adalah ,penandatanganan security deposit (akta kuasa jual), yang dimaksud oleh Pinangki sebagai jaminan apabila security deposit yang dijanjikan Djoko Tjandra tidak terealisasi. Penanggungjawab action ini adalah JC (Joko Soegiarto Tjandra) dan IR (Irfan Jaya) yang akan dilaksanakan pada tanggal 13 Februari 2020 sampai dengan 23 Februari 2020.
Bahkan dalam action kedua, Jaksa menyebut ada nama pejabat Kejaksaan Agung bernama Burhanudin (BR). Burhanudin nantinya akan dikirimi surat dari pengacara dalam hal ini Anita. Yang dimaksudkan Pinangki sebagai surat permohonan fatwa MA dari pengacara kepada Kejaksaan Agung untuk diteruskan kepada MA.
"Penanggungjawab action ini adalah Andi Irfan dan Anita yang akan dilaksanakan pada 24-25 Februari," kata Jaksa.
Baca Juga: Parah, Jaksa Pinangki Didakwa Terima Suap Rp7,4 Miliar dari Djoko Tjandra