Surat Terbuka Untuk Jokowi, KAMI Minta Film G30S PKI Kembali Ditayangkan

- 29 September 2020, 19:45 WIB
Panglima TNI (Purn) Jenderal Gatot Nurmantyo, Instagram/@nurmantyo_gatot
Panglima TNI (Purn) Jenderal Gatot Nurmantyo, Instagram/@nurmantyo_gatot /

LINGKAR MADIUN - Menjelang 30 september 2020, tepatnya 55 tahun memperingati pemberontakan G30S/PKI, Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), Jendral (purn) Gatot Nurmantyo melayangkan surat terbuka untuk Presiden Joko Widodo.

Surat terbuka dari Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), berisi untuk meminta presiden agar bersikap serius menyikapi gejala, gelagat, dan fakta kebangkitan neokomunis atau lebih dikenal dengan PKI gaya baru.

Surat yang dilayangkan oleh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) ditandatangani langsung oleh Jendral (purn) Gatot Nurmantyo, Rochmat Wahab, M Din Syamsuddin. Dalam surat ini menyebutkan bahwa neokomunisme benar-benar membahayakan dan nyata keberadaannya.

Baca Juga: Ramai Teriakan Putar Film G30S PKI, Mahfud MD: Saya Selalu Nonton!

Disampinmg itu, Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) juga menuding bahwa anak-cucu kaum komunis berada dalam pemerintahan legislatif maupun eksekutif.

"Mereka menutup mata terhadap fakta sejarah, bahwa kaum komunislah yang lebih dahulu membantai para ulama dan santri, menyerang pelatihan Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), GP Ansor, dan aksi-aksi sepihak PKI terhadap para petani," tulis Presidium KAMI dalam surat terbukanya yang dilayangkan ke Presiden.

"Mereka juga ingin mengingkari fakta sejarah bahwa kaum komunislah yang membantai para Jenderal TNI," tambahnya, sebagaimana diberitakan Wartaekonomi.co.id sebelumnya.

Baca Juga: Jelang Peringatan G30S PKI, Sekretaris Umum FPI : Ingat Bahayanya Komunis!

Berikut adalah surat yang dibuat oleh Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

 

"SURAT TERBUKA PRESIDIUM KAMI KEPADA PRESIDEN

014/PRES-KAMI/B/IX/2020

Kepada Yth.

Bapak Ir. Joko Widodo

Presiden Republik Indonesia

Di Jakarta

 

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Dengan Nama Tuhan Yang Maha Esa.

KAMI mendoakan semoga Saudara Presiden dalam keadaan sehat walfiat dan dapat mengemban amanat rakyat dengan sebaik-baiknya.

Baca Juga: 5 Film Mengenai G30S PKI, Salah Satunya Film Dokumenter Pengakuan dari Algojo

Saudara Presiden yang mulia,

KAMI dan banyak rakyat Indonesia pada setiap Bulan September menyandang suasana kebatinan penuh keprihatinan dan trauma akan peristiwa-peristiwa makar Partai Komunis Indonesia/PKI yang terjadi pada bulan ini. Masih mengiang di ingatan generasi bangsa, betapa kekejaman PKI pada Pemberontakan Madiun 18 September 1948. Kala itu Kaum Komunis membunuh para ulama, santri, dan rakyat yang tidak berdosa, hanya karena mereka tidak bersetuju dengan ideologi komunisme.

Tujuh belas tahun kemudian, tepatnya pada 30 September 1965, PKI kembali melakukan makar dan kekejaman, yakni mereka membunuh tujuh Jenderal TNI Angkatan Darat secara biadab (membunuh dan memasukkan jenazah mereka ke dalam sumur di Lubang Buaya). Makar dan pemberontakan itu dilakukan PKI, baik prolog maupun epilognya, dengan tindak kekerasan dan kekejaman pembunuhan terhadap rakyat, khususnya para ulama dan santri.

Peristiwa makar dan kekejaman PKI pada 1948 dan 1965 menoreh sejarah kelam bahkan hitam dalam sejarah kebangsaan dan kenegaraan Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Baca Juga: Heboh Pemutaran Film G 30 S PKI, TB Hasanuddin: Terserah Masyarakat Mau Nonton atau Tidak

Adalah jelas bahwa PKI dan Kaum Komunis tidak bersetuju, dan ingin selalu merongrong Negara Pancasila, baik dengan upaya menggantikan Pancasila, maupun dengan memperjuangkan penafsiran dan pemerasan terhadap Pancasila, sehingga Pancasila kehilangan esensinya," tulis KAMI dalam surat terbukanya.

"Saudara Presiden yang mulia,

Beberapa waktu terakhir ini, KAMI dan banyak rakyat Indonesia merasa prihatin dan membangkitkan trauma dengan adanya gejala dan gelagat kebangkitan neo komunisme dan PKI Gaya Baru.

Hal demikian tidak lagi merupakan mitos atau fiksi, tapi sudah menjadi bukti. Anak-cucu Kaum Komunis ternyata sudah menyelusup ke dalam lingkaran-lingkaran legislatif maupun eksekutif. Sebagian mereka sudah berani memutarbalikkan sejarah, dengan menyatakan bahwa PKI adalah korban, dan kalangan non PKI khususnya umat Islam sebagai pelaku pelanggaran HAM berat terhadap orang-orang PKI.

Baca Juga: Upaya Gatot Nurmantyo Mainkan Isu PKI, Menurut Pengamat Sudah Tak Laku

Mereka menutup mata terhadap fakta sejarah, bahwa Kaum Komunislah yang lebih dahulu membantai para ulama dan santri, menyerang pelatihan Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), GP Ansor, dan aksi-aksi sepihak PKI terhadap para petani.

Mereka juga ingin mengingkari fakta sejarah bahwa Kaum Komunislah yg membantai para Jenderal TNI.

Bahkan, Saudara Presiden, sebagian dari anak-cucu PKI itu sudah berani secara demonstratif meneriakkan kebanggaan menjadi Anak PKI.

Baca Juga: Ini Arahan Jokowi Tentang Pengobatan Pasien Covid 19

KAMI dan banyak rakyat Indonesia meyakini bahwa upaya adu domba sesama warga masyarakat (khususnya sesama Umat Islam dan antar umat beragama), penyandungan (bullying) hingga pembunuhan karakter (character assasination) terhadap lawan politik merupakan cara-cara Kaum Komunis, yang juga pernah dilakukan pada masa lampau menjelang makar atau pemberontakan PKI tahun 1948 dan 1965.

Secara khusus, Saudara Presiden, KAMI dan rakyat Indonesia sangat trauma, karenanya meyakini bahwa adanya RUU tentang Haluan Ideologi Pancasila/RUU HIP, dan usulan baru RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila/RUU BPIP) adalah upaya merendahkan, meremehkan, menyelewengkan, dan menyalahgunakan Pancasila," tambanya.

"Saudara Presiden yang mulia,

Berdasarkan semua itu, maka kami yang bergabung dalam Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia/KAMI, dan meyakini banyak rakyat Indonesia yang mendukung, dengan ini menuntut hal-hal sebagai berikut:

 Baca Juga: BLT Non PKH Rp500 Ribu, Begini Cara Cek Jika Terdaftar

Pertama, Presiden Joko Widodo dan pemerintahan yang dipimpinnya untuk bertindak serius terhadap gejala, gelagat, dan fakta kebangkitan neokomunisme dan/atau PKI Gaya Baru yang sudah nyata dan tidak perlu lagi ditanya, di mana?

Kedua, Presiden Joko Widodo dengan kewenangannya sebagai Presiden meminta DPR untuk tidak melanjutkan pembahasan tentang RUU Haluan Ideologi Pancasila dan RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, bahkan agar menarik RUU HIP dari Prolegnas dan tidak memproses RUU tentang BPIP.

Ketiga, Presiden Joko Widodo sesuai kewenangan yang dimilikinya menyerukan lembaga-lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga penyiaran publik, khususnya TVRI, untuk menayangkan Film

Baca Juga: Kemenag Libatkan Kelompok Disabilitas dalam Proyek Peningkatan Kualitas Madrasah

Pengkhianatan G 30-S/PKI dan/atau film serupa agar rakyat Indonesia memahami noda hitam dalam sejarah kebangsaan Indonesia. Begitu pula, agar pelajaran sejarah yang menjelaskan noda hitam tersebut diajarkan kepada segenap peserta didik, tidak dikurangi apalagi dihilangkan. Ingat pesan Bung Karno, "Jasmerah, jangan sekali-kali lupakan sejarah."

"Saudara Presiden yang mulia,

KAMI berkeyakinan bahwa tuntutan-tuntutan di atas adalah konstitusional dan rasional. Jawaban Presiden terhadap tuntutan-tuntutan itu akan menunjukkan derajat kenegarawanan, komitmen kepada Pancasila, dan sikap penolakan terhadap komunisme atau PKI dalam berbagai bentuk dan penjelmaannya.

Demikianlah Surat Terbuka ini disampaikan, sebagai bentuk keterbukaan dan pelurusan sejarah kebangsaan. Kepada Jejaring KAMI di daerah-daerah dan manca negara agar mengawalnya.

Baca Juga: Harga Tanaman Hias Janda Bolong Ugal-ugalan, Dosen Unpad Ungkap Alasannya

Dalam rangka memperingati kebiadaban PKI pada tanggal 30 September 1965, KAMI menyerukan kepada segenap rakyat Indonesia untuk mengibarkan bendera setengah tiang pada tanggal 30 September 2020, dan dalam rangka merayakan Hari Kesaktian Pancasila, agar pada tanggal 1 Oktober 2020 menaikkan bendera setiang penuh.

Merdeka!!!

 

Jakarta, 22 September 2020

PRESIDIUM KOALISI AKSI MENYELAMATKAN INDONESIA

Gatot Nurmantiyo, Rochmat Wahab, M. Din Syamsuddin." tutup KAMI dalam surat terbukanya.***(Ferry Hidayat/Wartaekonomi.co.id)

 

Disclaimer:  Artikel ini merupakan hasil kerja sama Pikiran Rakyat dengan Warta Ekonomi. Hal yang berkaitan dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab Warta Ekonomi.

Editor: Ninna Yuniari

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x