Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!
"Kami sudah berusaha mencoba melupakannya, tapi tragedi itu tetap saja tak bisa sirna dari ingatan masa lalu yang kelam itu," kata Akhyar, salah seorang saksi mata Tragedi Kanigoro saat ditemui di MTs Negeri Kanigoro.
Tragedi yang terjadi pada 19 Januari 1965 masih terekam jelas dalam ingatannya.
Ia merupakan tenaga pesuruh di Madrasah Tsanawiyah Negeri tertua di Kediri.
Peristiwa Kanigoro meletus di awal era yang disebut Bung Karno sebagai tahun vivere pericoloso (menyerempet bahaya) 1965.
Baca Juga: Survei BPS Mencatat Warga Pecaya Tidak Tertular Covid-19, BPS: Terus Beri Pemahaman Covid-19
Baca Juga: Belum Dapat Bantuan Kuota Internet Gratis dari Kemendikbud, Lakukan Langkah Ini!
Ketika itu, sekitar 100 orang PII (Pelajar Islam Indonesia) dari seluruh daerah di Jawa Timur yang sedang mengikuti rapat bersama di Masjid At-Taqwa usai salat subuh. Tiba-tiba datang segerombolan orang berpakaian hitam-hitam menyerang mereka.
PII merupakan organisasi yang berhubungan erat dengan Partai Masyumi. Sejak 1960, status Masyumi tergolong partai terlarang
Anis Abiyoso dan Ahmadun Yosi Herfanda menulis buku berjudul Teror Subuh di Kanigoro (1995).