Selain itu, Guru besar filsafat Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta, Prof Dr Mulyadhi Kartanegara dalam seminarnya di Uinjkt, seperti dilansir Lingkar Madiun dari UIN Jakartai, integrasi keilmuan antara ilmu pengetahuan barat modern dengan ilmu pengetahuan agama tidak bisa dicapai hanya dengan menyatukan dua kelompok ilmu (sekuler dan agama).
Sebab, keduanya memiliki perbedaan basis teori.
Baca Juga: Lembaga Riset Beberkan Utang Terselubung Indonesia ke China Mencapai Rp 246 T
Untuk mengintegrasikan ilmu sekuler dan agama, lanjut Mulyadhi, keduanya harus diangkat ke tingkat epistemologis.
Untuk mencapai tingkat ini, integrasi harus berurusan dengan beberapa aspek atau tingkatan: ontologis, epistemologis, dan metodologis.
"Diketahui, ilmu pengetahuan modern Barat melemahkan status ilmiah ilmu pengetahuan agama. Ketika berhadapan dengan benda-benda metafisik, ilmuwan modern mengkritik tidak ilmiah terhadap ilmu agama, karena ilmu dapat dianggap sebagai ilmiah hanya jika objeknya dapat diempiriskan, katanya.
Mulyadhi menjelaskan, di dunia Muslim, dikotomi pengetahuan, juga menyebabkan beberapa Muslim menganggap ilmu sekuler sebagai bid’ah (sesat) atau bahkan haram, karena orang-orang tak beragama (kafir) yang menciptakannya.
Baca Juga: 7 Perubahan Tubuh Anda Setelah Meninggal Dunia, Salah Satunya Kentut Keluar Dari Semua Lubang