Taiwan Minta Bantuan AS untuk Raih Kemerdekaan, Pakar Politik Internasional: Akan Berakhir Kegagalan

8 September 2021, 18:55 WIB
Bendera Taiwan (kiri) dan bendera AS. /Reuters/Tyrone Siu/REUTERS

LINGKAR MADIUN - Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa di Taiwan telah menggunakan kebuntuan antara China dan Amerika Serikat untuk mendorong agenda "kemerdekaan Taiwan."

Untuk mencapai agenda tersebut, DPP telah bertindak sebagai kaki tangan Washington melawan Beijing yang kemudian menyebabkan turbulensi besar di Selat Taiwan.

DPP kini menjadi semakin agresif dalam mengejar "kemerdekaan Taiwan" yang merupakan akar penyebab tegangnya hubungan China dan Taiwan sejak partai itu berkuasa pada tahun 2016.

Baca Juga: Tidak Ada Perempuan, Taliban Umumkan Kabinet Emirat Afghanistan yang Semua Pejabatnya Laki-laki

Untuk mencapai status kemerdekaan tersebut, Taiwan memerlukan dukungan internasional yang kuat.

Untuk saat ini, Partai DPP Taiwan diberi janji dukungan oleh Washington dan negara-negara NATO.

Namun setelah melihat penarikan pasukan AS yang tergesa-gesa dan kacau dari Afghanistan telah memberikan pukulan berat bagi partai pro-kemerdekaan yang telah lama mengandalkan dukungan AS.

Baca Juga: WhatsApp Sedang Uji Coba Fitur Multi Perangkat, Berikut Ini Cara Menggunakannya

Banyak kritikus di Taiwan menunjukkan bahwa kegagalan AS di Afghanistan harus dilihat sebagai sebuah peringatan bagi negara itu.

Mereka mengatakan upaya DPP untuk menanamkan gagasan "AS menjadi penyelamat Taiwan" adalah hal yang bodoh dan tidak bertanggung jawab.

Padahal, sejak tahun 1975, AS telah membuang banyak negara yang menganggapnya sebagai sekutu.

Baca Juga: Rekap Hasil Pertandingan Kualifikasi Piala Dunia 2022 Zona Asia: Iran dan Australia Masih Kokoh di Puncak

Daftar ini membentang dari Vietnam Selatan pada tahun 1975 hingga Afghanistan hari ini.

Adegan kacau dan panik selama hari-hari terakhir penarikan AS dari Kabul telah mengejutkan dunia dan membuat banyak penduduk Taiwan menyadari bahwa Washington bisa saja melakukan hal yang sama.

Masyarakat Taiwan menyadari bahwa perdamaian diperlukan untuk perkembangan keduanya, baik untuk Taiwan ataupun untuk China itu sendiri.

Baca Juga: Presiden AS Menyatakan China akan Mencoba Buat Pengaturan dengan Taliban, Joe Biden: Saya Yakin!

Terlepas dari keraguan yang berkembang, DPP menolak untuk berkoordinasi dengan Beijing, terutama saat membicarakan masalah Unifikasi Taiwan ke dalam bagian China.

Keinginan Merdeka telah menghancurkan perdamaian dan stabilitas lintas selat dan memberikan pukulan berat bagi ekonomi Taiwan.

Taiwan seolah terpaksa untuk membeli senjata AS dalam jumlah besar dan membuka pasarnya dengan pakan babi yang berbahaya bagi kesehatan manusia dari Amerika Serikat.

Baca Juga: Ketahui Perbedaan Antara Influenza dan COVID-19, Kamu Wajib Tahu Agar Tidak Mudah 'Dicovidkan'

Kritikus Taiwan menganggap hal tersebut sebenarnya merugikan Taiwan. Dengan kata lain, negara tersebut menjadi korban agenda politik DPP dan Amerika Serikat.

Keuntungan yang diperoleh AS dengan menjual senjata dan produk lainnya ke Taiwan menunjukkan bahwa mereka selalu memprioritaskan keuntungan daripada komitmen.

Kritikus kemerdekaan Taiwan menganggap DPP melangkah terlalu jauh dengan agenda "kemerdekaan Taiwan" dan perang pecah di Selat.

Baca Juga: Alasan Seseorang Sulit Tidur Saat Isolasi Mandiri, Begini Penyebab dan Solusinya

Li Zhengguang, seorang pakar politik internasional Taiwan dari Beijing Union University menyebutkan bahwa Amerika Serikat tidak tertarik untuk menyelamatkan Taiwan.

Mereka akan diminta untuk berjuang sendiri sebagaimana yang terjadi di Afghanistan.

Amerika Serikat akan lebih tertarik untuk membuang senjata bekas mereka dan barang ke Taiwan untuk memeras sumber daya negara itu hingga menjadi reruntuhan.

Baca Juga: Kebakaran Lapas Tangerang Tewaskan 41 Narapidana, Simak Ternyata Begini Penyebab Kebakaran

"Upaya DPP untuk membeli dukungan AS terhadap daratan dengan membeli lebih banyak senjata AS akan berakhir dengan kegagalan, DPP hanya melayani kepentingan AS tanpa mendapatkan imbalan apa pun," ucap Li.

Menurutnya, sudah saatnya Partai DPP menyadari bahwa masalah Taiwan hanya dapat diselesaikan di bawah Konsensus 1992 bahwa hanya ada satu China dalam melalui pembicaraan damai dan negosiasi antara dua sisi selat.

Hubungan antara China dan Taiwan adalah hubungan antar keduanya, pihak lain termasuk Amerika Serikat dilarang mengintervensi. ***

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Tags

Terkini

Terpopuler