Baca Juga: Dirjen Dukcapil Tegaskan Sertifikat Vaksin Bukan Syarat Membuat KTP, Tapi Tidak Menutup Kemungkinan
Hal ini dikarenakan, dampak dari pandemi COVID-19 yang telah mengakselerasi karakteristik ekonomi pariwisata baru (new tourism economy), berdasarkan hygiene, low mobility, less crowd, dan low touch atau yang biasa disebut Menparekraf dengan personalized, customized, localized, and smaller in size.
“Ini yang harus kita sadari sebagai realita baru, untuk mencetak peluang-peluang baru di tengah pandemi. Untuk itu, inovasi, adaptasi, dan kolaborasi adalah kunci utama kita dalam menghadapi dinamika yang terus terjadi,” kata Menparekraf Sandiaga, saat menjadi narasumber, dalam webinar Project Implementation Unit Universitas Gajah Mada Talkseries #10.
Dalam webinar ini, Menparekraf didampingi oleh Deputi Bidang Sumber Daya Kelembagaan Kemenparekraf/Baparekraf Wisnu Bawa Tarunajaya; Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan (Events) Kemenparekraf/Baparekraf, Rizky Handayani; serta Direktur Wisata Alam, Budaya, dan Buatan Kemenparekraf/Baparekraf, Alexander Reyaan.
Baca Juga: Bolehkah Ibu Menyusui Bayi Meski Positif COVID-19? Simak Begini Panduannya
Menparekraf menjelaskan bahwa konsep 3A (attraction, amenity, access) juga mengalami perubahan karena terbentuknya ekonomi pariwisata baru.
Attraction pariwisata saat ini lebih mengedepankan nature and culture, karena atraksi yang menawarkan konsep eco, wellnes, dan advanture akan lebih diminati dan akan menjadi mainstream baru di industri pariwisata.
Selain itu, amenity berdasarkan aspek keramahtamahan (hospitality service) menjadi hal penting yang harus dilakukan para pelaku usaha kepada konsumen.