Merasa Terancam Aktivis Ini Minta Suaka ke Turki di Tengah Konflik antara Presiden Macron-Erdogan

- 31 Oktober 2020, 07:45 WIB
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Prancis Emmanuel Macron
Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Prancis Emmanuel Macron /Kolase

LINGKAR MADIUN –  Idriss Sihamedi, termasuk salah satu pendiri lembaga sebuah badan amal Islam di Prancis dan lembaganya ditutup karena dugaan hubungannya dengan gerakan Islam radikal.

Keinginan untuk minta suaka pun sudah diajukan ke Turki. Namun permintaan itu menjadi polemik sebab hubungan antara Turki dan Prancis memanas. Terlebih saat Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan saling berbeda pendapat soal karikatur Nabi Muhammad.

Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri Turki mengumumkan pada 29 Oktober bahwa Ankara akan memproses permintaan Sihamedi.

Sihamedi merupakan pendiri LSM BarakaCity, mengaku tidak lagi merasa aman di Prancis. LSM-nya ditutup secara resmi pada 28 Oktober dengan alasan "menghasut kebencian, memiliki hubungan dengan gerakan Islam radikal dan membenarkan tindakan teroris."

Baca Juga: Nobby Stiles Sang Legenda Man United dan Timnas Inggris Tutup Usia

Baca Juga: Gempa Bumi M 7 Tewaskan 19 Orang di Turki dan Yunani, Termasuk Murid Sekolah yang Keruntuhan Tembok

Dia memposting permintaan suaka di akun Twitter resminya dalam bahasa Prancis dan Turki, menandai Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Dia juga mengklaim dirinya menerima ancaman pembunuhan.

Cuitnya menerima balasan cepat dari departemen manajemen migrasi kementerian dalam negeri Turki:

"Halo Sihamedi. Jika Anda dan kolega Anda secara pribadi mendaftar ke institusi kami sertakan nama belakang, nama depan, informasi identitas, petisi untuk permintaan suaka dan nomor paspor Anda, permintaan Anda akan kami proses. ”

Baca Juga: Prediksi Man United vs Arsenal: Kedua Tim Sedang On Fire

Namun, para ahli menilai bahwa menerima permintaan suaka dari orang-orang radikal seperti itu berarti bermain api.

"Saya pikir Erdogan terus memainkan permainan berbahaya dengan menjalin hubungan dengan tokoh-tokoh radikal dan dalam beberapa kasus dengan para jihadis," kata Colin Clarke, peneliti senior jaringan pendanaan teror di Soufan Center, dikutip dari Arab News. "Turki sudah dipandang sebagai hot spot bagi para jihadis mengingat kedekatannya dengan Irak dan Suriah."

Baca Juga: Belum Usai!KSP Klarifikasi 15 Sepeda Bukan Gratifikasi, KPK Ingatkan Sebagai Barang Milik Negara

Sementara Sihamedi dituduh menghasut kebencian, mendorong orang untuk melakukan tindakan kekerasan, menjaga hubungan dalam gerakan Islam radikal, pencucian uang atas nama organisasi Salafi dan menyatakan dukungan untuk Hitler dan Nazi. Dia juga disalahkan karena mengatur serangan bunuh diri dan mendukung Daesh.

Menurut Clarke, jika Turki memberikan suaka kepada Sihamedi dan timnya, hal itu dapat menimbulkan masalah, baik di dalam negeri tetapi juga dengan sekutu NATO.

Baca Juga: Kasus LGBT di TNI-Polri, Komnas HAM: Tidak Ada yang Bisa Kriminalisasi Orang Dari Orientasi Seksual
“Melangkah ke depan dengan tindakan seperti ini dapat dengan mudah menjadi bumerang bagi Turki dan menyebabkan pukulan balik yang cukup besar. Saya menemukan godaan terbuka dengan Islam radikal kontraproduktif dan picik, ”katanya.

Sihamedi dideportasi dari Turki tahun lalu pada Mei atas permintaan Prancis dan paspornya disita di bandara Istanbul.

BarakaCity didirikan pada 2010 di Evry-Courcouronnes (Essonne). LSM kemanusiaan Islam telah dipantau secara ketat oleh intelijen Prancis sejak 2014. Bangunannya digerebek beberapa kali pada 2015 dan 2017, dan sedang diselidiki terkait “pendanaan teroris” dan “asosiasi kriminal teroris” selama tiga tahun.

Baca Juga: Sasar Penonton Generasi Baru, 'Petualangan Sherina' Akan Hadir Pula Versi Animasinya

LSM tersebut mengatakan ingin memindahkan kantor pusatnya ke negara lain. Pada saat hubungan antara Paris dan Ankara lebih tegang dari sebelumnya, LSM cabang Turki tersebut dikepalai oleh seorang warga negara Perancis-Turki yang terkenal dengan identitas Salafinya.

“Pemerintah Prancis membubarkan BarakaCity juga karena dulu LSM tersebut menerima uang dari Samy Amimour, anggota kelompok komando teroris Bataclan pada 2015, dan dari Larossi Abballa, yang pada 2016 membunuh seorang polisi dan istrinya di Magnanville,” kata Matteo Pugliese, rekan peneliti di lembaga think tank ISPI yang berbasis di Milan.

Halaman:

Editor: Rendi Mahendra

Sumber: Arab News


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x