Inilah Perkembangan Orang Abangan dalam Perjalanan Kebudayaan di Jawa, Anda Wajib Tau!

6 September 2021, 10:30 WIB
Ilustrasi seorang santri. /Laziskhu Malang

LINGKAR MADIUN - Orang abangan adalah orang Jawa yang beragama Islam dan mempraktikkan Islam yang jauh lebih sinkretis.

Sinkretis adalah menggabungkan syariat agama dengan syariat adat.

Istilah abangan ini berasal dari bahasa Jawa yang berarti merah atau abang.

Baca Juga: Prinsip Bisnis Sahabat Abdurrahman bin Auf yang Kekayaannya Melebihi Elon Musk

Istilah abangan pertama kali dikembangkan secara ilmiah oleh Clifford Geertz, seorang Antropolog Amerika Serikat yang melakukan penelitian di Jawa.

Geertz menyatakan bahwa orang-orang yang ada di Jawa terbagi menjadi dua komunitas besar, yaitu orang-orang abangan dan orang-orang santri.

Abangan lebih cenderung mengikuti sistem kepercayaan lokal adat dan kebatinan, mereka kurang mengikuti kepercayaan syariah murni (hukum Islam).

Baca Juga: Abaikan Liverpool dan Manchester United, Glen Johnson: Pesaing Manchester City Musim Ini Hanya Chelsea

Sedangkan santri, mereka adalah orang-orang yang mengikuti kepercayaan berdasarkan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Perbedaan paling kentara menurut Geertz adalah dari cara ibadah dan ritual-ritual yang dilakukan.

Jika orang santri beribadah layaknya orang Islam pada umumnya, orang abangan justru sebaliknya di mana memiliki cara beribadah sendiri. 

Baca Juga: Membanggakan, Indonesia Cetak Sejarah di Paralimpiade Tokyo 2020 dengan Raihan 9 Medali

Kebanyakan orang abangan yang beragama islam memang menggunakan cara ritual yang berbeda.

Namun, mereka tetap meyakini bahwa secara ‘hakikat’ mereka tetap mengikuti syariat Islam.

Perlu diketahui, bahwasanya abangan tidak hanya berada dalam agama Islam, karena orang abangan juga ada di agama katolik dan kristen protestan.

Baca Juga: Indonesia #MakinCakapDigital, Inilah 10 Etika yang Sering Dilanggar Pengguna Internet, Awas Kena UU ITE

Sistem kepercayaan orang abangan umumnya mencampurkan agama Hindu, Buddha, dan animisme dengan syariat Islam.

Menurut beberapa ahli, hal yang demikian itu memang sering terjadi, bahkan di negara lain, seperti Mesir.

Menurut Martin van Bruinessen, antropolog Belanda yang melakukan penelitian di Indonesia, Mesir memiliki kesamaan dengan Indonesia dalam praktik penerapan adat dan syariat Islam.

Baca Juga: Minum Jus Jeruk Setelah Makan Bisa Sebabkan Kematian, Benarkah? Ini Penjelasan Dokter

Baik Mesir maupun Indonesia sama-sama menggunakan adat istiadat dalam melakukan kegiatan ritualnya, tanpa sedikit pun meragukan kebenaran agama Islam.

Dilansir lingkarmadiun.pikiran-rakyat.com dari buku Agama Jawa yang ditulis oleh Clifford Geertz, dijelaskan bahwa penyebutan abang atau ‘merah’ memang saat itu diafiliasi oleh klausul politik.

Orang abangan seringkali diidentikkan dengan PKI (Partai Komunis Indonesia) karena banyak sekali orang-orang abangan yang bergabung dengan PKI.

Baca Juga: Ibu Mengalami Mata Minus Tak Boleh Lahiran Normal Karena Bikin Buta, Benarkah? Simak Begini Penjelasan Dokter

Selain itu, antara orang-orang abangan dan orang-orang santri kerap terjadi gesekan atau konflik-konflik horizontal.

Konflik tersebut membawa stigma politik bahwa orang-orang abangan adalah PKI, sedangkan orang-orang santri adalah Masyumi.

Meskipun PKI sejak tahun 1966 dilarang keberadaannya oleh pemerintah Republik Indonesia, stigma politik orang abangan adalah PKI masih melekat sampai sekarang. ***

Editor: Dwiyan Setya Nugraha

Tags

Terkini

Terpopuler