Inilah 7 Perbedaan Sistem Upah dari UU Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja, Simak Ulasannya

7 Oktober 2020, 07:35 WIB
Aksi pemogokan kerja para buruh tolak UU Cipta Kerja /Pikiran-rakyat.com

LINGKAR MADIUN- Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja telah disahkan oleh DPR dan pemerintah.

Pengesahan UU Cipta Kerja dipercepat guna memperkuat perekonomian nasioanl terlebih di masa pandemi ini.

Sayangnya, hal tersebut dinilai oleh masyarakat Indonesia terburu-buru dan masih banyak kontroversial dalam UU Cipta Kerja tersebut yang lebih merugikan kaum buruh.

Baca Juga: Jadwal Lengkap Matchday 1 Liga Champions: Man United Langsung Dijamu Neymar dkk, Chelsea vs Sevilla

filmBaca Juga: Inilah Rekomendasi Film Terbaru di Oktober, Mulai Genre Action hingga Horror, Buruan Cek Disini!

Namun, tahukah Anda dimana terdapat beberapa perbedaan sistem upah dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU Cipta Kerja? Berikut penjelasannya dibawah ini:

  1. Upah satuan hasil dan waktu

- Undang-Undang Ketenagakerjaan

Tidak diatur dalam UUK sebelumnya

- UU Omnibus Law (Cipta Kerja)

Adanya upah satuan hasil dan waktu. Upah satuan hasil adalah upah yang ditetapkan berdasarkan satu waktu seperti harian, mingguan atau bulanan. Sementara upah satuan hasil adalah upah yang ditetapkan berdasarkan hasil dari pekerjaan yang telah disepakati.

Baca Juga: Dikecam Facebook, Ada Apa dengan Film The Social Dilemma di Netflix? Simak Ulasannya

Baca Juga: Hasil Drawing Liga Champions 2020-21: Man United Masuk Grup Neraka, Mendy Akan Reuni Dengan Renners

  1. Upah Minimum Sektoral dan Upah Minimum Kabupaten/Kota

-Undang-Undang Ketenagakerjaan

Upah minimum ditetapkan di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kotamadya, dan Sektoral. Berdasarkan Pasal 89 UUK, setiap wilayah diberikan hak untuk menetapkan kebijakan Upah minimum mereka sendiri baik di tingkat provinsi dan tingkat Kabupaten/Kotamadya.

-UU Omnibus Law (Cipta Kerja)

Meniadakan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMK), upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK), sehingga penentuan upah hanya berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Baca Juga: Hasil Drawing Liga Champions 2020-2021: Duel Mega Bintang Juventus vs Barcelona, Lewandoski Terbaik

Baca Juga: Dibubarkan Polisi, Aksi Mahasiswa Demo Omnibus Law Lempari Mercon dan Batu

  1. Bonus

-Undang-Undang Ketenagakerjaan

Tidak diatur dalam UUK sebelumnya

-UU Omnibus Law (Cipta Kerja)

Memberikan bonus, atau penghargaan lainnya bagi pekerja sesuai dengan masa kerjanya. Bonus  tertinggi senilai lima kali upah bagi pekerja yang telah bekerja selama 12 tahun atau lebih.

  1. Perbedaan Rumus Menghitung upah minimum

-Undang-Undang Ketenagakerjaan

Rumus yang dipakai adalah UMt+{UMt, x (INFLASIt + % ∆ PDBt )}

Baca Juga: DPR Beri Penjelasan Pasal-pasal Kontroversi UU Cipta Kerja

Baca Juga: Hasil Drawing Liga Champions 2020-2021: Duel Mega Bintang Juventus vs Barcelona, Lewandoski Terbaik

Keterangan :

UMn : Upah minimum yang ditetapkan

UMt : Upah minimum tahun berjalan

Inflasit : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan periode September tahun berjalan

∆ PDBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihitung dari pertumbuhan PDB yang mencakup periode kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kwartal I dan II tahun berjalan

Baca Juga: Hasil Drawing Liga Champions 2020-2021: Duel Mega Bintang Juventus vs Barcelona, Lewandoski Terbaik

Baca Juga: Dibubarkan Polisi, Aksi Mahasiswa Demo Omnibus Law Lempari Mercon dan Batu

-UU Omnibus Law (Cipta Kerja)

Rumus yang dipakai adalah UMt+1 = UMt + (UMt x %PEt)

Keterangan :

UMt : Upah minimum tahun berjalan

PEt : Pertumbuhan ekonomi tahunan

Tidak ada ada inflasi, tapi menjadi pertumbuhan ekonomi daerah

  1. Pesangon Uang Penggantian

-Undang-Undang Ketenagakerjaan

Baca Juga: Dibubarkan Polisi, Aksi Mahasiswa Demo Omnibus Law Lempari Mercon dan Batu

Baca Juga: Hasil Drawing Liga Champions 2020-21: Man United Masuk Grup Neraka, Mendy Akan Reuni Dengan Renners

Hak Diatur dalam pasal 156 (4) UUK

-UU Omnibus Law (Cipta Kerja)

Tidak adanya uang penggantian hak

  1. Uang Penghargaan Masa Kerja

-Undang-Undang Ketenagakerjaan

Diatur dalam pasal 156 (3) UUK

-UU Omnibus Law (Cipta Kerja)

Uang penghargaan masa kerja 24 tahun dihapus. UU Cipta Kerja menghapus poin H dalam pasal 156 ayat 3 terkait uang penghargaan bagi pekerja/buruh yang memiliki masa kerja 24 tahun atau lebih dimana seharusnya pekerja/buruh menerima uang penghargaan sebanyak 10 bulan upah.

Baca Juga: Hasil Drawing Liga Champions 2020-21: Man United Masuk Grup Neraka, Mendy Akan Reuni Dengan Renners

Baca Juga: Hasil Drawing Liga Champions 2020-21: Man United Masuk Grup Neraka, Mendy Akan Reuni Dengan Renners

  1. Uang pesangon

-Undang-Undang Ketenagakerjaan

Pasal 161 UUK menyebutkan :

(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

Pasal 163 (1) UUK menyebutkan :

Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dalam hal terjadi perubahan status, penggabungan, peleburan, atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pekerja/ buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka pekerja/buruh berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali sesuai ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang perhargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam Pasal 156 ayat (4).

Baca Juga: Dampak Disahkannya Omnibus Law Cipta Kerja Terhadap Lingkungan Hidup

Baca Juga: Gawat! Polisi Kejar Massa Unjuk Rasa Penolakan UU Cipta Kerja

Pasal 164 dan 165 UUK mengatur mengenai pekerja/buruh yang di PHK karena perusahaan merugi dan pailit berhak mendapat pesangon.

Pasal 166 UUK mengatur hak keluarga buruh atau pekerja. Bila buruh atau pekerja meninggal dunia, pengusaha harus memberikan uang kepada ahli waris.

Pasal 167 UUK mengatur mengenai pesangon untuk pekerja/buruh yang di PHK karena memasuki usia pensiun. perusahaan tidak akan diberi pesangon lagi oleh perusahaan awal, sebab hal ini sudah dihapus dalam RUU Cipta Kerja.

Baca Juga: Hasil Drawing Liga Champions 2020-21: Man United Masuk Grup Neraka, Mendy Akan Reuni Dengan Renners

Baca Juga: 68.007 Netizen Beri Respons Setelah Najwa Shihab Buka Suara

-UU Omnibus Law (Cipta Kerja)

  • Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena surat peringatan. Padahal dalam UU Ketenagakerjaan pasal 161 menyebutkan pekerja/buruh yang di PHK karena mendapat surat peringatan memiliki hak mendapatkan pesangon.
  • Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena peleburan, pergantian status kepemilikan perusahaan. Pekerja/buruh yang di PHK karena pergantian status kepemilikan
  • Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena perusahaan merugi 2 tahun dan pailit. Pemerintah telah menghapus UU Ketenagakerjaan pasal 164 dan 165 di dalam RUU Cipta Kerja. Jadi nantinya pekerja/buruh yang di PHK karena perusahaan mengalami kerugian dan pailit tidak mendapatkan pesangon.

Baca Juga: Hasil Drawing Liga Champions 2020-21: Man United Masuk Grup Neraka, Mendy Akan Reuni Dengan Renners

Baca Juga: 68.007 Netizen Beri Respons Setelah Najwa Shihab Buka Suara

  • Menghapuskan uang santunan berupa pesangon bagi ahli waris atau keluarga apabila pekerja/buruh meninggal. Draft UU Cipta Kerja juga telah menghapus pemberian uang santunan berupa pesangon, hak uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bagi ahli waris yang ditinggalkan.

• Menghapuskan uang pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena akan memasuki usia pensiun. Pemerintah telah menghapus pasal 167 UUK yang isinya mengatur pesangon bagi pekerja/buruh yang di PHK karena memasuki usia pensiun.***

Editor: Khoirul Ma’ruf

Sumber: UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan UU Cipta Kerja

Tags

Terkini

Terpopuler