LINGKAR MADIUN – Setelah mendapatkan banyak penolakan dari berbagai pihak atas pengesahan UU Cipta Kerja pada 5 Oktober 2020 lalu, DPR RI akhirnya angkat bicara mengonfirmasi terkait poin-poin kontroversi yang dinilai justru banyak memberatkan pekerja dan buruh.
Melalui akun instagram official @dpr_ri , DPR memberikan beberapa poin penjelasan RUU Cipta Kerja dalam postingannya yang berjudul “Butir-butir Keberatan Pekerja/Buruh dan Penjelasan RUU Cipta Kerja, di antaranya sebagai berikut :
1. Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Upah minimum sektoral dihapus
Berdasarkan RUU Cipta Kerja, DPR menyatakan upah minimum kabupaten atau kota (UMK) tetap ada. Upah minimum tersebut ditetapkan dengan memperhatikan kelayakan hidup pekerja dan buruh dengan mempertimbangkan aspek ekonomi daerah atau inflasi daerah . Sedangkan Upah minimum provinsi (UMP) wajib ditetapkan oleh Gubernur.
Baca Juga: KRPI Tolak UU Cipta Kerja, Karena Dinilai Cacat Hukum
Lebih lanjut kenaikan upah minimum dihitung dengan menggunakan formula perhitungan upah minimum yang akan diatur dalam Peraturan Pemerintah . Berkenaan dengan adanya penyederhanaan struktur Upah Minimum, Upah Minimum Sektoral (UMS) dihapuskan.
Akan tetapi setelah RUU Cipta Kerja disahkan, bagi daerah yang telah menetapkan UMS , maka UMS tersebut tetap berlaku bagi pekerja yang semula telah menerima UMS dan jumlahnya tidak boleh diturunkan dari besaran UMK.
Baca Juga: Kelola Keuanganmu di Usia 20-an Agar Tetap Aman Habis Gajian, Simak Caranya
Sementara bagi usaha mikro berlaku upah yang didasarkan pada kesepakatan antara pengusaha dan pekerja, sekurang-kurangnya sebesar presentase tertentu dari rata-rata konsumsi masyarakat.