Maraknya Pelajar Ikut Aksi Demo, KPAI : Sebaiknya Anak Diberikan Pendampingan Hukum

11 Oktober 2020, 15:52 WIB
Sejumlah pelajar di Banten yang terjaring saat demo tolak UU Cipta Kerja diamankan ke Polda.* /ANTARA

 

LINGKAR MADIUN - Aksi demonstrasi yang dilakukan massa sebagai bentuk penolakan UU Cipta Kerja di berbagai daerah,rupanya tidak hanya dilakukan oleh para buruh dan serikat pekerja, melainkan justru banyak dari mahasiswa hingga kalangan pelajar sekolah. Hal tersebut diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus.

Yusri menyatakan sekiranya ada 50 persen dari 1.192 pendemo di Jakarta pada 8 Oktober lalu, ternyata masih berstatus sebagai pelajar STM yang berasal dari berbagai daerah.

“Kenapa saya butuh orangtuanya? karena 50 persen dari 1.192 ini adalah anak sekolah STM yang ditanya, 'kamu tahu engga apa itu undang-undang (Ciptaker)? Engga tahu. Terus kamu ke sini ngapain? Oh saya diundang pak melalui media sosial diajak teman, nanti dapat duit di sana, dapat makan, tiket kereta sudah disiapin truk sudah disiapin, bus sudah disiapin, tinggal datang ke sana lempar-lempar saja,” terang Yusri.

Baca Juga: Inilah 7 Golongan yang Tak Akan Lolos Kartu Prakerja Gelombang 11

Baca Juga: Airlangga Hartarto Mengaku Tahu Aktor Dibalik Aksi Demo Penolakan UU Cipta Kerja, Benarkah?

Yusri menerangkan setelah ditanyai alasan kenapa mereka ikut demo, para pelajar tersebut mengaku telah mendapat undangan demo secara daring. Bahkan sejumlah peserta aksi “diiming-imingi” akan mendapatkan uang, konsumsi serta tiket kereta hingga transportasi gratis.

Dikutip Tim Lingkar Madiun dari RRi, menanggapi maraknya keterlibatan para pelajar dalam aksi demonstrasi yang bahkan tak sedikit unjuk rasa berujung ricuh, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta agar remaja yang ditangkap itu diberikan pendampingan hukum sesuai dengan hak-hak mereka.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti menjelaskan adanya sejumlah pelajar yang ditangkap setelah melakukan aksi demonstrasi, sebaiknya ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) sesuai dengan aturan undang-undang. Sebab, para remaja tersebut masih berstatus di bawah umur sehingga KPAI merasa tidak tepat jika polisi yang menanganinya.

Baca Juga: Tambahan Kuota 3 Juta Penerima Program Banpres Produktif Usaha Mikro, Selengkapnya Disini!

Baca Juga: Polda Metro Jaya Selidiki Pemasok Bom Molotov Demo Omnibus Law

Menurut Retno, Undang-Undang Perlindungan Anak memang mengatur setiap anak memiliki hak untuk menyampaikan pendapatnya, dengan prasyarat yang disiapkan agar anak dapat menyampaikan pendapat dengan baik. 

Dalam hal tersebut peran orang tua lah yang sangat diperlukan sebagai pengawasan khususnya untuk mencegah tindakan anarkis saat aksi demonstrasi.

“Mengungkapkan pendapat kan dilindungi undang-undang, artinya meskipun anak, dalam UU perlindungan anak mereka memiliki hak untuk berbicara, baik lisan maupun tulisan. Dan demo salah satu cara dimana mereka mengungkapkan pendapat, jadi ketika polisi melakukan pengamanan kepada sejumlah anak karena mengeluarkan pendapat itu hak yang harusnya dilindungi,”ungkap Retno.

Baca Juga: Tambahan Kuota 3 Juta Penerima Program Banpres Produktif Usaha Mikro, Selengkapnya Disini!

Akan tetapi sebaliknya apabila ternyata pelajar yang berdemo telah terbukti melakukan kriminal atau tindakan anarkis baru boleh diselidiki polisi.

“Kalau kemudian anak-anak melakukan tindak pidana itu beda lagi, jadi kalau dari ratusan anak yang diamankan,apakah semua pelaku seperti tuduhan kekerasan pelemparan batu kan nggak juga semuanya yang nekat anarkis, atinya kalau ada yang memang terbukti seperti itu baru silahkan saja disidik,” tuturnya.***

Editor: Yeha Regina Citra Mahardika

Sumber: RRI

Tags

Terkini

Terpopuler