LingkarMadiun.com - Dampak dari perkembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), World Economic Forum (WEF) memproyeksikan bahwa sekitar 83 juta pekerjaan bakal hilang.
Akan tetapi, kabar baiknya bagi para sumber daya manusia (SDM) yang unggul tidak akan tergantikan, meskipun ada teknologi AI.
Fakta yang tidak terbantahkan, seiring penggunaan teknologi digital yang semakin canggih, secara perlahan telah menggusur tenaga kerja manusia.
Baca Juga: Membangun Ekosistem Penggunaan Motor Listrik, Respon Positif dari Masyarakat Indonesia
Profesi tukang parkir, penerjemah, operator telekomunikasi, teler, hingga kasir secara perlahan pun lenyap, tergantikan oleh mesin.
Fakta punahnya lapangan kerja akibat teknologi, diperkuat hasil survei World Economic Forum (WEF).
Dalam rilisnya, WEF menemukan, jumlah lapangan pekerjaan yang tercipta pada 2027 sebanyak 69 juta posisi. Namun pada periode yang sama ada 83 juta pekerjaan dipangkas. Artinya, terdapat selisih pengurangan pekerjaan sebanyak 14 juta posisi atau setara dua persen tingkat pengangguran saat ini.
Baca Juga: Industri Manufaktur Menjadi Kontributor Utama dalam Menopang Pertumbuhan Ekonomi
Menurut laporan tersebut, banyak faktor yang mendorong pemenuhan tenaga kerja ke depan. Seperti penggunaan teknologi artificial intelegence (AI) yang memberikan dampak positif dan negatif.
Dampak positifnya, perusahaan akan membutuhkan tenaga kerja baru untuk mengimplementasikan dan menjalankan perangkat AI.
Seiring dengan munculnya sejumlah profesi baru berbasis artificial intelligence, sejumlah pekerjaan lain yang selama ini kita kenal bersifat administratif pun terpangkas, bahkan ada yang punah.
Jumlah lapangan pekerjaan administrasi, masih merujuk catatan WEF, akan merosot atau berkurang hingga lebih dari 26 juta. Pekerjaaan entri data dan sekretaris eksekutif, termasuk yang terancam hilang.
Organisasi atau perusahaan yang disurvei WEF memperkirakan bahwa 34 persen porsi yang menyangkut kerja bisnis kini sudah dijalankan oleh mesin. Angka itu hanya sedikit di atas tahun 2020. Artinya terdapat perlambatan dibandingkan awal dekade sejak teknologi sejenis dikembangkan, pada tahun 1980-an
Ekspektasi laju kegiatan yang mengadopsi teknologi otomatisasi, juga direvisi menurun. Pada 2020, sebanyak 47 persen pekerjaan diprediksi akan melakukan otomatisasi pada 2025. Namun proyeksi teranyar, angkanya baru akan menyentuh 43 persen pada 2027.***