Dianggap Cyber Bullying dan Dipolisikan Najwa Shihab Siap Diperiksa dan Dimintai Keterangan

- 7 Oktober 2020, 07:29 WIB
Najwa Shihab
Najwa Shihab /Instagram @najwashihab

LINGKAR MADIUN – Relawan Jokowi Bersatu melaporkan Najwa Shihab ke Polda Metro Jawa Selasa 6 Oktober 2020. Menurut pihak Relawan Jokowi Bersatu, aksi Najwa mewawancarai kursi kosong  telah melukai hati mereka.

Sebab bagi Relawan Jokowi Bersatu, Menkes Terawan adalah representasi dari Presiden RI.

"Kejadian wawancara kursi kosong Najwa Shihab melukai hati kami sebagai pembela presiden karena Menteri Terawan adalah representasi dari presiden Republik Indonesia Joko Widodo," ujar Ketua Umum Relawan Jokowi Bersatu, Silvia Devi Soembarto, saat ditemui di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa 6 Oktober 2020.

Silvia mengkhawatirkan jika tindakan Najwa Shihab dibiarkan akan berulang dan berpotensi ditiru oleh wartawan lainnya.

Baca Juga: Drama Rapat Paripurna Pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja, Puan Matikan Mik, Demokrat Walkout

Ia menilai monolog melakukan wawancara kepada kursi kosong tanpa narasumber akan memberikan preseden buruk kepada wartawan sendiri.

Hal itu juga yang membuat relawan tersebut memutuskan untuk membuat laporan kepada polisi.

"Kami diterima oleh SPKT dan kami akan menuju ke siber karena kami berurusan dengan UU ITE dan juga pejabat menteri yang notabene adalah pejabat negara. Terlapornya juga kami akan memberikan somasi kepada ke Trans7 dan kami akan melakukan melaporkan kepada dewan pers setelah ini," tegas Silvia dikutip dari Warta Ekonomi.

Baca Juga: Soal Pengesahan RUU Cipta Kerja, Syarif Hasan: RUU Ini Mempermudah Perusahaan Melakukan PHK!

Adapun persangkaannya, menurut Silvia, adalah cyber bullying karena narasumber tidak hadir kemudian diwawancarai dan dijadikan parodi.

Silvia menganggap parodi tersebut merupakan tindakan yang tidak boleh dilakukan kepada pejabat negara, khususnya menteri. Mengingat Menkes Terawan adalah representasi dari pada Presiden Republik Indonesia.

"Dalam KUHP Perdata dan Pidana ketika bicara dengan jurnalistik memang kami memakai UU pers, tetapi juga dilaporkan secara perdata dan pidana melalui pengadilan atau kepolisian. Ketika sama-sama mentok kita ke dewan pers, untuk meminta arahan," terang Silvia.

Baca Juga: 8 Bulan Jalur Pelarian Cai Changpan Terpidana Mati Kasus Narkoba

Terkait barang bukti yang dibawa, kata Silvia, ada penggalan video dari Youtube. Namun, tidak menutup kemungkinan ada bukti lain setelah lapor ke bagian Siber Polda Metro Jaya.

Kemudian ia juga mengaku sudah berkomunikasi dengan dewan pers dan akan berdiskusi  soal masalah ini.

"Dewan pers membuka peluang kami untuk datang dan berdiskusi," terangnya.

Menurut Silvi tindakan membawa ke ranah hukum itu bukan karena niat untuk menyerang. Namun agar kejadian serupa tidak terulang lagi.

Baca Juga: Bikin Kaget, Kru Televisi Ini Ungkap Rahasia Para Artis Dibalik Layar

Karena kami bukan mau menyerang seseorang, tapi kami hanya ingin perlakuan yang dilakukan Najwa Shihab, di depan jutaan rakyat Indonesia tidak berulang dilakukan oleh wartawan lain atau tidak ditiru itu saja," tutup Silvia.

Sementara itu, setelah akun instagram Najwa Shihab  membuka suara terkait  laporan ke polisi, akun tersebut dibanjiri respons netizen.

Sebelumnya Relawan Jokowi Bersatu melaporkan Najwa Shihab ke Polda Metro Jawa, Selasa 6 Oktober 2020 siang.

Lantas sekitar pukul 19.00 WIB, Nana sapaan akrab Najwa Shihab memberi tanggapan atas laporan tersebut di akun Instagramnya. Nana mengaku baru mengetahui laporan itu dari media.

Baca Juga: Gara-gara UU Cipta Kerja Disahkan, Mahfud MD Dimintai Pertanggungjawaban Sampai Akhirat

Baca Juga: Presiden Buruh Dipanggil Jokowi ke Istana Jelang Pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Tak berselang lama,  respons dari netizen berdatangan. Tak tanggung-tanggung sekitar pukul 21.00 WIB postingan itu dikomentari sebanyak 68.007 ribu. Serta mendapat respons suka sebanyak 1.106.870.

Salah satu tanggapan itu, dari akun bernama @pwgcdochi. Ia menulis dukungan terhadap Nana di kolom komentar.

“Aku bermasamu mba Nana. Jangan mau dibungkam,” tulis akun Instagram bernama @pwgdochi dalam kolom komentar.

Selain itu, juga terdapat diskusi di kolom komentar itu. Beberapa di antara netizen memberi tanggapan objektif mengenai kasus yang menimpa Nana. Salah satunya akun Instagram bernama @kenandgrat

“Di luar setuju atau tidak, kebebasan bersuara itu harga mati. Kita boleh beradu gagasan, wacana, dan pandangan. Namun tidak boleh mengunci suara tiap warga negara,” tulis @kenandgrat.

Sementara itu, Nana mengatakan treatment “kursi kosong” memang belum pernah dilakukan di Indonesia. Namun hal itu sudah lazim di negara yang punya sejarah kemerdekaan pers cukup panjang.

“Di Amerika sudah dilakukan bahkan sejak tahun 2012, di antaranya oleh Piers Morgan di CNN dan Lawrence O’Donnell di MSNBC’s dalam program Last Word,” tulis Nana di akun Instagramnya Selasa 6 Oktober 2020.

Pada 2019 lalu di Inggris, Andrew Neil, wartawan BBC, juga menghadirkan kursi kosong yang sedianya diisi Boris Johnson, calon Perdana Menteri Inggris, yang kerap menolak undangan BBC. Hal serupa juga dilakukan Kay Burley di Sky News ketika Ketua Partai Konservatif James Cleverly tidak hadir dalam acara yang dipandunya.

Namun Nana juga mengaku belum tahu persis soal laporan dari Relawan Jokowi itu. Mengenai dasar laporan dan pasal yang dituduhkan.

Nana juga mengaku siap untuk diperiksa terkait laporan itu. Ia juga siap untuk memberi keterangan.

“Jika memang ada keperluan pemeriksaan, tentu saya siap memberikan keterangan di institusi resmi yang mempunyai kewenangan untuk itu,” tambah Nana.

Menurut Nana, kursi kosong itu diniatkan untuk  mengundang pejabat publik menjelaskan kebijakan-kebijakannya terkait penanganan pandemi. Penjelasan itu tidak harus di progam yang dipresenteri oleh Nana. Menurutnya  bisa di mana pun.

Seperti diketahui, kemunculan Menteri Kesehatan memang minim dari pers sejak pandemi kian meningkat, bukan hanya di progam yang Nana ampu saja. Dan dari waktu ke waktu, makin banyak pihak yang bertanya ihwal kehadiran dan proporsi Manteri Kesehatan dalam soal penanganan pandemi.

Menurut Nana, faktor-faktor itulah yang mendorongnya membuat tayangan yang muncul di kanal Youtube dan media sosial. Media massa perlu menyediakan ruang untuk mendiskusikan dan mengawasi kebijakan-kebijakan publik.

“Pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan juga berasal dari publik, baik para ahli atau lembaga yang sejak awal concern dengan penanganan pandemi maupun warga biasa. Itu semua adalah usaha memerankan fungsi media sesuai UU Pers yaitu ‘mengembangkan pendapat umum’ dan ‘melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum’,” tambahnya.***

Editor: Rendi Mahendra

Sumber: Instagram @bpptkg Warta Ekonomi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah