Jika RUU Cipta Kerja Disahkan, Status Kontrak Kerja Abadi Hantui Para Pekerja

- 5 Oktober 2020, 10:33 WIB
Kontoversi Omnibus Law
Kontoversi Omnibus Law /Pikiran-rakyat.com

Lingkar Madiun- Kontroversi disahkannya UU Cipta Kerja (Omnibus Law) menjadi perdebatan di seluruh masyarakat Indonesia.

Disahkannya undang-undang ini membuat banyak masyarakat khawatir. Banyak masyarakat berpendapat jika UU Cipta kerja akan menjadi sumber penderitaan dari golongan masyarakat dan juga pekerja.

Banyak golongan yang menolak diberlakukannya UU Cipta Kerja juga dari kalangan buruh, petani, nelayan, dan lingkungan hidup.

Baca Juga: Diguyur Hujan Deras, DKI Jakarta Banjir Rendam 56 RT dan 10 Ruas Jalan

Empat pasal yang dianggap isi dari RUU Cipta Kerja bisa mengancam kesejahteraan dan kehidupan para pekerja.

Berikut empat pasal kontroversial yang ada di dalam RUU Cipta Kerja yang bisa sengsarakan pekerja jika akhirnya resmi di sahkan. Sebagaimana diberitakan Pikiran-rakyat.com dalam artikel 'Ancaman Pekerja ketika RUU Cipta Kerja Disahkan, Salah Satunya Kontrak Seumur Hidup' 4 Oktober 2020.

1. Pasal 79 Ayat (2) poin b RUU menyebutkan bahwa istirahat mingguan hanya satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu. Selain itu, pada Pasal 79 ayat (5) juga menghapus cuti panjang dua bulan per enam tahun. Cuti panjang nantinya akan diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, ataupun perjanjian kerja bersama.

Baca Juga: Mahasiswa Beraksi Ramaikan Tagar #TolakOmnibusLaw Di Media Sosial

2. Pasal 88 B RUU Cipta Kerja mengatur mengenai standar pengupahan berdasarkan waktu. Banyak yang menganggap bahwa skema pengupahan ini akan menjadi dasar untuk perusahaan memberlakukan perhitungan upah per jam. Kemudian Pasal 88 C, (1) Gubernur menetapkan upah minimum sebagai jaring pengaman. (2) Upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan upah minimum provinsi.

 

3. Pasal 56 Ayat (3), RUU Cipta Kerja mengatur jika jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak.

RUU Cipta Kerja juga menghapuskan ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan mengenai aturan pembatasan jenis pekerjaan dan jangka waktu yang bisa diikat dalam kontrak kerja.

Baca Juga: HUT TNI Ke-75, Inilah Berbagai Prestasi TNI Yang Membanggakan

Ketentuan tentang perjanjian kerja PKWT dapat berakhir saat pekerjaan selesai juga membuat pekerja rentan di-PHK karena perusahaan dapat menentukan sepihak pekerjaan berakhir.

4. RUU Cipta Kerja, melalui Pasal 61A, menambahkan ketentuan pengusaha wajib memberikan kompensasi kepada pekerja yang hubungan kerjanya berakhir karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja dan selesainya pekerjaan.

Aturan tentang perjanjian ini dinilai akan merugikan pekerja karena relasi kuasa yang timpang dalam pembuatan kesepakatan.

Baca Juga: Direktur LBH Jakarta : DPR Telah Menjadi Wakil Pemodal Dan Pengusaha, Ketimbang Rakyat

Jangka waktu kontrak berada di tangan pengusaha, yang lebih parah bisa membuat status kontrak menjadi abadi. Pengusaha juga dapat sewaktu-waktu mem-PHK pekerja kontrak asalkan memberi kompensasi sesuai ketentuan tambahan dalam pasal 61A, yang tidak ada dalam UU Ketenagakerjaan.***(Tim PRMN/Pikiran-rakyat.com)

*Disclaimer: Artikel ini hanya sekedar informasi bagi pembaca. Lingkar Madiun tidak bertanggung jawab atas copyrights sumber berita. Hal yang berkaitan dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab sumber aslinya.

Editor: Ika Sholekhah Putri

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah