LINGKAR MADIUN - Pembentukan holding merupakan bentuk sinergi BUMN. Tujuannya, untuk mengoptimalkan kapasitas yang ada.
Harapannya pembentukan holding dapat lebih mengakselerasi pengembangan panas bumi di Indonesia.
Misalnya, potensi SDM sektor itu yang tersebar di beberapa perusahaan bisa menyatu. Begitu juga modalnya. Di sisi lain, pemerintah bisa lebih fokus untuk membangun geothermal.
Baca Juga: Revolusi Industri 4.0 Menjadi Peluang dan Tantangan Besar bagi Bangsa Indonesia
Baca Juga: 2 Amalan untuk Mendidik Agar Anak Menjadi Pribadi yang Cerdas dan Pintar, Selengkapnya Disini
Harus diakui, pengembangan panas bumi di Indonesia masih sangat minim dibandingkan dengan potensinya yang sangat besar.
Padahal panas bumi merupakan salah satu energi terbarukan yang bisa diandalkan untuk menjaga kemandirian dan ketahanan energi nasional.
Oleh karena itu, potensinya harus dikembangkan semaksimal mungkin.
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi sampai dengan 2020 baru mencapai 2.130,7 megawatt (MW).
Kapasitas tersebut jauh di bawah potensinya yang mencapai 23,9 gigawatt (GW).
Dalam konteks energi terbarukan, kementerian yang membawahi bidang energi itu mematok target kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan.
Baca Juga: Revolusi Industri 4.0 Menjadi Peluang dan Tantangan Besar bagi Bangsa Indonesia
Baca Juga: 2 Amalan untuk Mendidik Agar Anak Menjadi Pribadi yang Cerdas dan Pintar, Selengkapnya Disini
Mencapai 11.373 MW dengan porsi bauran sebesar 14,5% pada tahun ini.
Tambahan kapasitas terpasang pembangkit listrik energi baru terbarukan pada 2020 tersebut berasal dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sebesar 557,93 MW.
Disusul PLTH 196 MW, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 138,8 MW, dan PLT biomassa 13 MW.***