Profil Brahim Issaoui dari Pernah Menjadi Pecandu Alkohol hingga Jadi Pelaku Pembunuhan di Prancis

- 3 November 2020, 12:50 WIB
Ibrahim Issaoui, pelaku penyerangan yang menewaskan tiga orang di Gereja Notre Dame Nice Prancis
Ibrahim Issaoui, pelaku penyerangan yang menewaskan tiga orang di Gereja Notre Dame Nice Prancis /Twitter/@thandojo

LINGKAR MADIUN – Para penyelidik dari Prancis, Tunisia, dan Italia sedang mencoba untuk menentukan motif tersangka utama Ibrahim Issaoui.  

Pemuda berumur 21 asal Tunisia itu berhasil dilumpuhkan dengan beberapa tembakan yang bersarang di tubuhnya dan tengah dirawat di rumah sakit hingga kini.

Baca Juga: Boikot Produk Prancis di Indonesia, Aqua hingga SGM Kena Imbasnya

Baca Juga: Login www.prakerja.go.id, Tersisa 354.082 Kuota untuk Kartu Prakerja Gelombang 11

Namun  pelaku penikaman yang menewaskan tiga orang di Basilika Notre Dame Nice, Prancis, itu menyisakan tanda tanya.

Gamra ibu pelaku saaat ditemui di kediaman keluarganya di Kota Thina, Tunisia, menangis mengetahui Brahim menjadi tersangka aksi teror di Prancis.

Baca Juga: Setelah Nyatakan Pensiun, Khabib: Saya Akan Pertimbangkan Lagi

Mereka juga mengungkapkan kebingungan. Sebab mereka mengenal Issaoui adalah pemuda yang minum alkohol dan tidak menunjukkan tanda-tanda radikalisme.

“Kami ingin kebenaran tentang bagaimana putra saya melakukan serangan teroris ini. Saya ingin melihat apa yang ditunjukkan oleh kamera pengintai,” kata ibunya diselingi air mata, Gamra, dikutip dari Indian Expres pada Senin, 2 November 2020.

Baca Juga: Tak Penuhi Target Investasi Kuartal III, Luhut dan Bahlil Ditegur Presiden Lewat Sidang Kabinet

“Saya tidak akan menyerahkan hak anak saya di luar negeri. Saya ingin anak saya, hidup atau mati, ” tambahnya.

Sementara saudara laki-lakinya yang bernama Wissem berkata bahwa jika Issaoui benar-benar melakukan penyerangan, dia harus mendapat keadilan.

Rumah dan keluarga di Ibrahim Issaoui.
Rumah dan keluarga di Ibrahim Issaoui. @thandojo

“Kami Muslim, kami melawan terorisme, kami miskin. Tunjukkan pada saya bahwa saudara laki-laki saya yang melakukan penyerangan dan menilainya sebagai teroris, ”kata Wissem.

"Jika dia adalah penyerang, dia akan mengambil tanggung jawabnya," Wissem melanjutkan.

Baca Juga: Serangan Teroris di Austria, Macron: Musuh Perlu Tahu dengan Siapa Mereka Berurusan

Di Jalan Tina yang berdebu di lingkungan Nasr di Sfax, teman dan tetangganya menggambarkan Issaoui sebagai seorang pria yang menjual bensin.

Meskipun tidak kelaparan atau tunawisma, dia miskin seperti banyak orang di daerah itu, kemiskinan yang mendorong semakin banyak orang muda Tunisia untuk mencari pekerjaan dan kesempatan di Eropa.

Baca Juga: Dewan Kepercayaan Muslim Prancis Tegaskan Sindiran Ofensif Perlu Dibatasi

Perjalanan Ibrahim Issaoui ke Prancis terlebih dahulu transit di Italia. Ibunya mengatan sempat melakukan panggilan video  pada Kamis pagi, 29 Oktober 2020.

Brahim memberitahu keluarganya bahwa ia baru saja tiba di Nice dan menemukan tempat untuk tidur di tangga dekat sebuah gereja.

Tak lama setelah itu, Kepolisian Prancis mempercayai bahwa Brahim masuk ke dalam gereja dan membunuh tiga orang, dan memenggal salah satu di antara mereka.

Baca Juga: Cawabup Banggai Laut Meninggal Dunia, Speedboat yang Ditumpangi Saat Kampanye Dihantam Ombak

Kakak Brahim bernama Yassin menjelaskan, saat tiba di Nice adiknya berniat untuk mencari orang Tunisia lain agar bisa mendapatkan tempat tinggal atau pekerjaan.

"Dia bilang dia baru saja tiba dan dia tidak mengenal siapa pun di sana, dia bilang dia akan meninggalkan gedung di pagi hari dan mencari orang Tunisia untuk diajak bicara dan melihat apakah dia bisa tinggal bersama mereka atau mencari pekerjaan," ujar Yassin.

Baca Juga: Donald Trump, Calon Presiden Belum Keluarkan Dana Kampanye Namun Terlilit Hutang, Simak Penjelasanya

Diketahui Brahim pernah ditangkap karena penganiayaan menggunakan senjata tajam empat tahun lalu saat masih remaja.

Gamra mengaku bahwa seluruh keluarga tidak mendengar kabar Brahim sejak September 2020 lalu saat dia memutuskan berlayar ke Lampedusa.

"Saya ingin bekerja seperti orang lain dan menikah, membeli rumah dan mobil sama seperti siapa pun," ungkap Yassin, mengatakan keinginan sang adik.

Baca Juga: Begini Pesan Jokowi Kepada Para Penerima Beasiswa LPDP

Tetangganya berkata, Brahim menjual bensin untuk menghasilkan uang guna membayar penyelundup dirinya itu dan membawanya ke Eropa.

"Kamu tidak berpendidikan. Kamu tidak tahu bahasanya. Kenapa kamu pergi ke sana?," kata ibunya, saat ditelepon.

Pada percakapan tersebut, Brahim pun kemudian menjawab "Ibu, doakan aku".

Baca Juga: Kembali Naik, Pasien Positif Magetan Bertambah 18 Orang, Berikut Rinciannya

Saudara perempuannya, Afef mengatakan bahwa Brahim dapat membaca dan menulis dalam bahasa Arab, namun dalam bentuk huruf latin dirinya tidak mampu.

Keluarga dan tetangganya mengetahui Brahim  sebagai sosok yang tidak  memiliki pandangan militan atau masuk ke dalam organisasi jihadis, bahkan ia pun jarang berada di Masjid.

Baca Juga: Apple Umumkan Acara Khusus 10 November dengan Slogan One More Thing, Akan Hadir Mac Baru?

Namun, kakaknya menjelaskan Brahim mulai sering berdoa di rumah sekitar dua tahun lalu, setelah berhasil berhenti dari kecanduan alkohol dan obat-obatan.***

Editor: Rendi Mahendra

Sumber: Reuters AP News The Indian Express


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah